Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Rubber Set" Liga 1 2018

11 November 2018   22:57 Diperbarui: 12 November 2018   02:13 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: superball.bolasport.com

Hasil pekan ke-30 Liga 1 2018 masih belum memberikan bocoran siapa yang bakal melenggang ke podium juara. Jangankan jawaban, tiga tim teratas seolah berkompromi untuk melakukan "gencatan senjata". Sebab, Persib yang secara akal sehat diunggulkan melawan tim juru kunci PSMS Medan pun kalah dengan skor 0-1 pada Jumat (9/11) di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali.

Sehari kemudian Persija ditahan dengan skor kacamata (0-0) oleh tim penghuni zona degradasi lainnya yakni PS TIRA di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang.

Kejutan terakhir terjadi di Kota Pahlawan, PSM Makassar yang bertamu dengan kepercayaan diri tinggi malah dipermalukan sang tuan rumah Persebaya dengan skor telak 3-0. Tentu dengan hasil tersebut tidak ada perubahan di posisi tiga besar sekaligus memaksa kita sebagai penikmat sepakbola nasional mengernyitkan dahi.

Mengapa demikian? Sebab di fase krusial, tiap tim mestinya tak boleh lagi kehilangan konsentrasi karena trek menuju garis finish kian licin. Jika diibaratkan balapan, pelatih di paddock harus sesegera mungkin menyiapkan formula ketika balapan memasuki lap terakhir supaya para pebalap yang mulai terkuras tenaganya bisa terus fokus pada balapan.

Tak ada ampun untuk satu error pun. Contohnya ketika Steven Paulle melakukan back pass heading kepada kiper Rivki Mokodompit yang berujung gol Feri Pahabol di babak pertama. Dari blunder Paulle itulah tim Juku Eja (baca: PSM) mulai oleng.

Siapapun sepakat, bahwa kesalahan yang dilakukan Paulle masuk dalam kategori "dosa besar" seorang pemain, karena dilihat dari kronologis kejadian tidak ada pressure sama sekali dari pemain lawan, pendeknya Paulle dalam posisi free menerima bola.

Go-Jek Liga 1 | @Liga1Match
Go-Jek Liga 1 | @Liga1Match
Kendati demikian, tidak ada garansi pasti andai Paulle tak blunder --PSM bisa menang. Sebab Persebaya selalu kesetanan ketika tampil dihadapan publik sendiri. Setidaknya selama para pemain tidak melakukan kesalahan elementer, tim bisa tetap berada di jalur kemenangan dan menjalankan skenario pelatih. Artinya dalam situasi ini, musuh terbesar bukanlah tim lawan melainkan diri sendiri.

Jika secuil analogi balapan diatas masih njelimet untuk menjelaskan pekan ke-30 ini, saya akan berupaya mengajak pembaca berandai menggunakan cabang olahraga Badminton.

Di cabor ini kita sering menyaksikan para pemain kalah oleh kesalahannya sendiri. Di fase tersebut kadang teknik bermain saja tak bisa seutuhnya menjelaskan kenapa si pemain bisa kalah dalam satu pertandingan, ada faktor non teknis seperti mental misalnya.

Narasi emosional, kelelahan fisik, dan faktor non teknis lainnya kadang disembunyikan lewat kata-kata: "lawan bermain baik hari ini". Atlet cenderung sulit menjelaskan hal detil diluar faktor teknis. Itu sebabnya, Persib yang secara nalar lebih punya kans untuk menang lawan PSMS tetapi kemudian malah kalah agak sulit dijelaskan lewat hal-hal yang lebih teknis.

Pelatih Medan, Peter Butler lebih senang menyimpulkan kemenangan timnya dengan kata "kejutan". Sedang, Mario Gomez lebih menyoroti kinerja wasit sebagai upaya melindungi citra para pemainnya dan tim.

Pun dengan raihan hasil draw dari tim degradasi (bagi Persija) dan kekalahan dari tim papan tengah (bagi PSM) disiasati sebagai ketidakberuntungan semata. Beberapa mengajukan kesimpulan bahwa Marko Simic (Persija), Ezechiel (Persib), atau Paulle (PSM) pun pemain biasa yang kadang berada di top performa atau sebaliknya.

Namun faktanya, tak semudah itu karena dari banyaknya kejutan di pekan ke-30 ini telah memunculkan kecurigaan adanya indikasi "main sabun".

Marak di media sosial, -- ketika Pahabol mencetak gol -- beredar pertanyaan: "Paulle dapat transferan berapa hari ini?". Sebab momen laga-nya pun bertepatan setelah Persib kalah dan Persija draw. Indikasi PSM mengalah tak bisa dielakan. Jadi hasil minor tiga tim papan atas ini seolah menguatkan persepsi yang kadung melekat di masyarakat: "liga settingan".

Prasangka agaknya tak akan berhenti sampai pekan ke-30 saja. Kecurigaan yang telah mendarah daging diantara supporter kita tak bisa lagi dibendung. 

Meskipun asumsi liga settingan telah ditampik oleh otoritas tertinggi sepakbola Indonesia. Tanpa transparansi federasi, justru masyarakat dan segelintir pendukung klub papan atas lebih percaya terhadap transaksi dibawah meja mengenai penentuan juara liga.

Singkatnya, siapapun juaranya, baik bobotoh, Jakmania, The Macz Man, serta 15 suporter lain, telah punya kalimat sarkasme sendiri untuk menuduh tim yang juara mendapat perlakuan spesial dari PSSI dan operator Liga.

Geliat Si Juru Kunci

Terlepas dari dugaan-dugaan yang mengiringi hasil pekan ke-30. Sulit menampik jika performa para tim yang menghuni/calon penghuni degradasi bermain lebih baik di pekan ini.

PSMS Medan yang menduduki peringkat buncit sebelum lawan Persib bermain kesetanan di Bali. Ada beberapa faktor yang membuat tim Ayam Kinantan julukan PSMS, bermain hebat. Pertama, motivasi tim dan individu. Kedua, skuad yang lengkap.

Peter Butler sebenarnya tak melakukan perubahan berarti jelang laga melawan Persib. Justru motivasi pemain secara khusus dan motivasi tim pada umumnya yang akhirnya membawa PSMS berjaya meladeni tim kaya taktikal macam Maung Bandung. Bagaimana Rachmad Hidayat, Frets Butuan, dan Alexandros Tanidis bermain dengan motivasi berlipat ganda.

Secara tim, mereka tentu masih ingin membantu PSMS bertahan di Liga 1. Namun ada pula misi pribadi/ambisi individu. Semisal Rachmad Hidayat, mengapa Ia bermain habis-habisan di laga tersebut? Sebab Rachmad berstatus mantan pemain Persib, seolah Ia ingin membuktikan kembali.

Sedangkan lainnya, seolah ingin menjual diri agar dirinya bisa tetap bermain di Liga 1 meskipun PSMS degradasi. Hal tersebut berlaku bagi tim manapun yang menghuni degradasi, termasuk PS TIRA dan Perseru Serui.

Disisi lain, kondisi tim dengan formasi utuh juga membuat sisa laga yang dijalani tim kandidat degradasi lebih kondusif.

Berbeda dengan tim papan atas yang beberapa pemainnya dipanggil Timnas untuk Piala AFF 2018 di fase ini kekompakan tim agak sedikit terganggu. Seperti dampak tidak adanya Riko Simanjuntak, Rezaldi Hehanusa, serta Andritany terhadap pola bermain Persija Jakarta. Game plan B dari Teco sejauh ini tak berjalan dengan mulus.

Sehingga PS TIRA mampu mencuri poin di kandang Persija. Sebenarnya tak ada yang spesial dari skema permainan tim asuhan Nil Maizar ini. Hanya saja lini tengah Persija yang diisi oleh Fitra ridwan, Asri Akbar, dan Ramdani Lestaluhu kehilangan ritme dalam mengalirkan bola. 

Sirkulasi serangan lebih terkonsentrasi ke area sayap. Sayangnya, Renan Silva yang diplot menggantikan tugas Riko pun tak punya kecepatan memadai di sayap kanan. Sedang di sektor sebrang (sayap kiri) Novri terisolasi karena harus turun jauh ke depan membantu Michael Orah di zona defense.

Persoalan ini agaknya membuat tim kandidat degradasi mampu mencuri poin dari tim kandidat juara. Cenderung mengejutkan memang, tapi baik Persib maupun Persija bermain dibawah performa terbaik mereka.

Sayangnya, Perseru Serui harus mengakui kekalahan telak 4-1 dari Arema Malang. Andai Perseru Serui menang atau minimal mengantongi hasil seri. Pekan ke-30 ini resmi jadi milik tim degradasi. Dan mereka layak bersulang!

Persebaya The Giant Killer

The Green Force layak diberi apresiasi. Sudah tiga kali tim kandidat juara dibuat bertekuk lutut dengan margin minimal empat gol! Persib Bandung, Persija Jakarta, serta terakhir PSM Makassar yang berada di puncak klasemen sementara dibungkam tiga gol tanpa balas saat bertanding di Stadion Gelora Bung Tomo, Sabtu (10/11).

Tak heran, sebab tim asuhan Djadjang Nurdjaman ini tengah berada dalam tren positif dalam 5 game terakhir di Liga 1. Mereka mencatat empat kemenangan. Melawan Persib 1-4, Madura United 4-0, Persija 3-0, dan PSM 3-0. Hal tersebut tak lepas dari tangan dingin duet pelatih Djanur dan Bejo Sugiantoro.

Melawan sang pemuncak klasemen, meskipun tampil tanpa satu pemain andalannya: Irfan Jaya yang dipanggil ke Tim Nasional. Persebaya tetap bermain sebagaimana biasanya, Feri Pahabol yang ditugaskan menggantikan posisi Irfan bermain apik. Ditambah pula pola tiga gelandang yang diisi Misbakus Solihin, Rendi Irawan, dan Oktafianus sudah mulai klop.

Djanur tetap mempercayakan Osvaldo Haay sebagai ujung tombak walaupun David da Silva pun sudah merasa fit. Agaknya pelatih asal Majalengka itu enggan mengubah komposisi tim yang tengah harmonis. Sehingga David pun baru bisa main dipertengahan babak kedua.

Terlepas dari blunder tak perlu dari pemain sekelas Steven Paulle dibabak pertama yang menyebabkan timnya tertinggal lebih dulu, laga ini cukup menarik.

Perang taktikal terjadi di babak kedua, Rene Alberts memasukan Ferdinan Sinaga. Dalam kondisi tertinggal 1-0 PSM pun meningkatkan ritme serangan. Berkali-kali Wiljan Pluim yang ditempel khusus oleh Otavio Dutra mulai menemukan ruang.

Namun, beberapa menit berselang, Persebaya melakukan kontra strategi. Disaat Juku Eja mulai bermain terbuka, justru disaat itu pula lah Djanur mengintruksikan anak buahnya untuk melakukan Counter Attack efektif. Sebagai jawaban dari strategi plan-nya, David dimasukan menggantikan Feri Pahabol.

Naluri Djanur memasukan David ternyata tepat sekali. Tak berselang lama, lewat skema serangan balik cepat David berhasil mengelabui dua bek PSM sebelum akhirnya melepaskan tembakan ke gawang Rivki Mokodompit dan berbuah gol.

Setelah gol kedua tercipta, seolah terpancing, Coach Rene justru malah tambah bernafsu untuk memperkuat lini serangnya. Agi Pratama dimasukan. 

Namun Ruben Sanadi, Otavio Dutra dan Fandy Imbiri dilini belakang jadi protagonista malam itu. Para penyerang PSM dibuat frustatif. Bahkan diakhir babak kedua Imbiri mengunci kemenangan Persebaya lewat tandukannya.setelah menerima umpan free kick Ruben Sanadi.

Determinasi tinggi, kecepatan, dan bermain proaktif merupakan karakter yang diinginkan Djanur, karena karakter bermain macam itu pernah diperagakan di tim sebelumnya. 

Memasukan 14 gol dan hanya kemasukan 1 gol dalam empat pertandingan terakhir merupakan sinyal bahaya yang ditujukan kepada para lawan berikutnya. Bukan saja pada Bali United dan Bhayangkara FC sebagai tim besar yang selama ini jadi korban favorit The Giant Killer. Melainkan juga PSMS dan juga PSIS yang punya motivasi sama: menjauh dari zona merah.

Meski bukan favorit juara. Persebaya adalah tim yang memerankan peran protagonis musim ini. Bersama tim degradasi mereka membuat Liga 1 saat ini dan entah sampai pekan berapa berstatus "rubber set". Bukan saja untuk penentuan juara melainkan juga penentuan tim degradasi. Seru bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun