Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Maung yang Sesak Nafas

2 April 2018   05:57 Diperbarui: 2 April 2018   07:48 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal musim yang berat bagi Fernando Soler, setelah di pertandingan pertama harus puas ditahan imbang oleh PS Tira Bantul di kandang sendiri, kini pasukannya dipermalukan dengan skor telak 1-3 di Stadion Jakabaring Palembang. Kedua hasil minor tersebut memiliki kronologis yang sama: memimpin skor terlebih dahulu, lalu kehilangan konsentrasi di babak kedua juga menit akhir.

Agaknya kata konsentrasi perlu digaris bawahi. Betapa tidak, dengan mayoritas pemain yang berusia diatas kepala tiga, resiko yang harus diterima Persib adalah permasalahan fisik yang berkaitan erat dengan kualitas konsentrasi pemain dalam pertandingan. Kita boleh percaya pemain senior itu kenyang pengalaman, akan tetapi untuk memenangkan sebuah pertandingan tidak cukup hanya dengan menggunakan pengalaman belaka.

Masalah tersebut sebenarnya mulai terendus sedari sesi pramusim. Banyak kritik yang menghujani era RCMG (Roberto Carlos Mario Gomez). Terutama persoalan regenerasi pemain. Berhubungan atau tidak, sepertinya alasan maraknya rekrutan tua didasari oleh tuntutan juara dari bobotoh. Pelatih Mario Gomez seolah tak punya waktu banyak untuk berbicara proses. Ia tahu betul panasnya kursi pelatih Maung Bandung. Oleh karena itu, Gomez lebih memprioritaskan pemain berpengalaman.

Febri Hariyadi, Gian Zola, Henhen Herdiana merupakan deretan pemain muda peninggalan pelatih sebelumnya, Djadjang Nurdjaman. Sedangkan Gomez hanya merekrut satu pemain muda yakni Muchlis Hadi Ning. Rekruitmen pemain muda yang satu ini pun menghadirkan polemik tersendiri dimata para legenda Persib dan sebagian bobotoh, ada pertanyaan serius: "Mengapa Gomez tidak memberdayakan pemain Diklat Persib?"

Mario Gomez memang orang baru di sepak bola tanah air. Itu mengapa Ia perlu bantuan beberapa assisten nya. Ia mengajak Fernando Soler yang sudah lama mengenal kultur sepakbola Indonesia kemudian Ia juga mempertahankan Herrie Jose, Yaya Sunarya, dan Anwar Sanusi di staff kepelatihan yang notabene orang lama di Persib Bandung. Namun, rekomendasi yang Gomez butuhkan dari mereka agaknya kurang sesuai dengan harapan.

Gomez berharap bisa mendapat pencerahan dari orang-orang yang Ia percayai nya itu. Tapi kenyataan nya tak selalu sesuai dengan harapan. Penulis malah membaca staff kepelatihan Persib tebelah menjadi dua blok, blok pertama diisi oleh geng Argentina dan blok kedua diisi oleh Herrie Jose dkk. Pasalnya, saat permainan buntu Soler sebagai orang kepercayaan Gomez tidak berusaha membuka diskusi dengan Herrie Jose dkk. Situasi yang amat mengkhawatirkan, apakah Soler memang merasa tidak perlu bertukar pikiran di kondisi genting seperti tadi (saat Persib tertinggal 2-1 dari Sriwijaya FC)?

Karena pelatih manapun, Jose Mourinho sekalipun butuh yang namanya bertukar pikiran dengan assisten dan staff kepelatihan lainnya. Kini kegetiran anjloknya prestasi tim ditangan asing kembali terngiang di ingatan bobotoh. Memori bobotoh seperti mencari kembali kenangan pahit bersama pelatih asing Persib sebelumnya, mulai dari Dejan Antonic sampai Arcan Lurie.

Terlepas dari hasil minor, sebenarnya posisi Mario Gomez belum terlalu berbahaya sebagai pelatih kepala mengingat Ia tidak bisa sepenuhnya mendampingi tim dikarenakan harus kembali ke negaranya untuk keperluan menemani sang istri yang tengah menjalani operasi kanker. Satu hasil seri di kandang dan satu kekalahan tandang merupakan hal yang bisa ditoleransi jika situasinya seperti ini.

Kursi pelatih kepala masih terbilang aman. Namun, kali ini kekecewaan bobotoh diarahkan kepada Fernando Soler yang menjadi tangan kanan Mario Gomez. Bullying yang diterima Soler agaknya masuk akal mengingat Ia yang mengambil alih tugas Gomez selama ini. Diluar persoalan geng Argentina vs geng Bandung, Soler yang berdiri di tactical area seolah hanya bengong belaka tanpa bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.

Itu yang tergambar dilayar kaca. Bagaimana ketika Persib dibombardir dan mulai mempertontonkan celah yang menganga, Soler tidak sepenuhnya menyadari jika sektor Center Bek yang diisi oleh Wildansyah selalu dicecar. Alhasil tiga gol bersarang dengan mudahnya. Wildansyah yang sedari babak pertama mengalami kendala fisik alias cedera terus dipaksakan untuk berduel menghadapi Beto dan Vizcarra secara bergantian.

Memang di bench cadangan tidak banyak pilihan. Hanya Wildansyah satu-satunya senior yang dimiliki Persib berkat cerderanya Victor Igbonedo dan hengkangnya Achmad Jufriyanto. Namun, tidak ketersediaan bek senior harusnya disiasati Soler dengan menggeser beberapa pemain seperti mengembalikan Supardi ke posisi natural sebagai bek sayap karena di babak kedua tidak ada satu pun penetrasi dari kapten Persib ini di posisi sayap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun