Sepakbola dan futsal memang sulit dibedakan, kedua permainan ini memiliki tujuan yang sama; mencetak gol ke gawang lawan. Namun, sepakbola terlahir lebih dulu ketimbang futsal, pun dengan fanatisme-nya. Jika di kalkulasikan, sepakbola masih yang terdepan dari segi pemirsa, mengingat olahraga futsal masih dalam tahap berkembang di tanah air.
Segelintir data diatas terbukti saat Timnas futsal Indonesia berlaga di Piala Asia U-20 yang digelar di Hua Mark Indoor Stadium, Bangkok, Thailand. Hanya sedikit masyarakat yang mengikuti pagelaran bergengsi yang jika diukur dari atmosfer sepakbola Piala Asia merupakan turnamen paling ditunggu-tunggu. Alih-alih mengikuti, masyarakat pun banyak yang tidak tahu sama sekali bahwa Timnas futsal Indonesia sedang berjuang di turnamen ini. Kebanyakan dari mereka masih sibuk menyaksikan GT Liga 1 dan Liga 2.
Akan tetapi dalam hal ini masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya, mereka hanya sasaran industri yang berarti olahraga futsal di nusantara teknik marketingnya belum sebaik dan sematang sepakbola, bahkan belum berjalan sebagaimana mestinya. Jika publikasi sudah berjalan dengan mulus bukan tidak mungkin olahraga futsal dinikmati oleh berbagai kalangan, karena sejauh ini futsal hanya menjadi favorit di sekolah-sekolah maupun kampus-kampus. Berarti, permainan futsal seolah dikhususkan bagi anak-anak muda. Oleh karena itu, perlunya langkah-langkah untuk meluruskan hal ini.
Utamanya, media adalah alat. Masih sedikit portal online maupun offline yang intens memberitakan futsal internasional atau minimalnya untuk kawasan regional asia dan Indonesia. Ini penting, bagaimana peran media masih minim terlihat. Tidak seperti di sepakbola yang mudah ditemui, agaknya perlu dipertimbangkan untuk mendirikan sebuah tajuk khusus soal futsal tanah air. Agar ekspos dari media memudahkan masyarakat untuk mengikuti perkembangan futsal yang masih belum efektif sejauh ini.
Siapa pemain terbaik futsal di dunia tahun ini? Secara terang-terangan penulis pun tidak tahu. Padahal, kampanye paling efektif adalah dengan cara menyiarkan pertandingan-pertandingan kelas dunia. Karena sebelum mengenal pemain kita sendiri (baca: pemain lokal Indonesia) biasanya masyarakat memerlukan beberapa acuan siaran langsung skill Falcao dari Brazil dalam pertandingan misalnya. Sebelum kita mengidolai Firman Utina atau Bambang Pamungkas, jujur saja, kita lebih dulu mengagumi David Beckham, Cristiano Ronaldo, atau Lionel Messi. Karena mancanegara khususnya Eropa adalah kiblat.
Minimnya peran media sedikit banyak berpengaruh kepada minat dan pengetahuan masyarakat itu sendiri. Jika dibiarkan, perkembangan futsal akan terlihat begitu-gitu saja di tanah air, jangankan untuk menyetarakan diri dengan sepakbola, untuk mengenalkan diri pun masih sulit tanpa bantuan media.
Coba kita lihat Gor-gor futsal yang kosong acapkali turnamen berskala nasional digelar. Kalau pun ada yang mengisi bangku penonton, mereka adalah mahasiswa/I yang kesorean dikampus. Atau, seperti saat Pekan Olahraga Nasional di Jawa Barat beberapa waktu lalu, massa dibiarkan masuk Gor Jatinangor tanpa pungutan biaya sepeser pun. Disatu sisi, tidak mudah bagi penyelenggara untuk mengumpulkan masa. Pun dengan Blend Futsal Nusantara yang digelar di tempat yang sama beberapa waktu berselang. Tidak ada sedikitpun pembenahan dari event sebelumnya.
Padahal, jika berbicara materi. Hal sekecil ini sangat berimbas pada pendapatan pihak penyelenggara maupun klub itu sendiri. Tidak perlu membandingkannya dengan pendapatan ticketing sebuah klub sepakbola dalam satu pertandingan. Rasanya mubazir jika pertandingan futsal yang disiarkan langsung oleh televisi nasional dibiarkan gratis tanpa tiket. Seharusnya hal ini bisa dimanfaatkan untuk masuk ke kas penyelenggara atau klub itu sendiri.
Akan tetapi dikembalikan lagi, ekspos dari media cetak, online, dan televisi perlu ditingkatkan lagi agar supaya masyarakat bisa berkenalan dengan olahraga yang sebenarnya tidak hanya bisa digandrungi oleh anak muda itu. Jika kampanye pertama sukses maka akan mudah bagi pihak penyelenggara untuk menarik penonton dan mulai memikirkan pemasukan melalui ticketing. Intinya, antusiasme dari masyarakat perlu digemborkan lagi.
Bukan soal ticketing saja, jika media sukses mengkampanyekan futsal kepada masyarakat, pihak sponsorship pun akan berdatangan tak ubahnya di industri sepakbola yang sudah melaju dengan kecepatan tinggi. Masih sangat minim peran dari pihak ketiga ini. Seberapa banyak pemain futsal nasional yang dilibatkan dalam sebuah iklan? Nyaris tidak ada.
Membahas hal-hal semacam ini memaksa penulis untuk selalu intens menarik perbandingan, misalnya, coba bandingkan pemain timnas U-20 futsal yang saat ini tengah berjuang di Thailand dengan pemain Timnas U-19 asuhan Indra Sjafri beberapa tahun silam. Bagi penulis sendiri yang notabene mulai mencoba memperhatikan futsal seakan kecolongan mengenai persiapan Timnas Futsal U-20 ini sebelum berangkat ke Bangkok.
Dalam artian, jika Evan Dimas dan kolega di ekpos secara intens oleh media sampai-sampai uji tanding pun di siarkan secara live ekslusif oleh televisi nasional maka Ardiansyah Runtuboy cs nyaris tidak tersentuh sama sekali oleh media nasional menjelang pemberangkatan ke turnamen Piala Asia U-20 2017. Terasa begitu ujug-ujug dan mengejutkan sekali mereka tampil pada tanggal 16 hari selasa waktu Bangkok melawan Tajikistan.
Hasilnya pun tidak kalah mengejutkan, Yori van der Torren dan pasukan berhasil mengakhiri perlawanan sengit Hamidov Shohrukh cs dengan skor 5-3. Setelah kemenangan itu, beberapa media mulai mengekspos Al Bagir cs. Berselang satu hari, China Taipei berhasil dikandaskan dengan mudah dan skor akhir 6-2.
Indonesia sendiri berada di grup B yang diisi oleh Vietnam, Jepang, Tajikistan, dan Taiwan. Sedangkan tuan rumah Thailand berada di grup A. Hingga saat ini tim bentukan Vic Hermans ini bertengger di posisi teratas grup B. Yori van Der Torren yang bertindak sebagai assistan pelatih Vic Hermans masih mengamini bahwa timnya masih sering melakukan kesalahan elementer semacam error passing, kikuknya kerjasama sebagai sebuah tim, dan finishing yang masih bertele-tele.
Pada pertandingan terakhir melawan Vietnam, Syauqi Saud cs imbang 1-1 secara dramatis. Mereka tertinggal lebih dulu, namun saat memeragakan permainan power play di menit-menit akhir, Samuel Eko berhasil menjebol gawang lawan. Walaupun tidak kehilangan poin, tetap ada PR yang harus di benahi staff pelatih.
Karena menghadapi Jepang yang memiliki kualitas diatas rata-rata, YVT julukan coach Yori, perlu menekankan para pemainnya agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Satu kesalahan mendasar bisa dihukum dengan sebuah gol. Indonesia masih menyisakan satu pertandingan melawan Jepang.
Sekilas, Garuda muda futsal tengah bergerilya membawa nama baik bangsa tanpa digembar-gemborkan oleh media. Di satu sisi, hal tersebut malah membawa keuntungan bagi Runtuboy cs untuk bermain lepas tanpa beban dan lebih terfokus ke lapangan ketimbang harus membagi waktu meladeni media. Namun, di sisi lain, perkembangan futsal di tanah air perlu dibantu dengan cara mengeksposnya lebih intens. Lagi-lagi kita harus belajar apapun ke luar negeri, bagaimana Falcao menyeimbangkan fokus pertandingan dengan meladeni pers, butuh keseimbangan.
Jangan sampai, pers menenggelamkan pemain ke dalam dunia selebritas. Sesungguhnya, apapun itu, yang dilakukan secara berlebihan sangatlah tidak baik. Maju terus Garuda Muda futsal, teruslah bergerilya, ada doa yang mengiringi langkah hening kalian di Bangkok sana. Juara! *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H