Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tuhan Finalnya Sekali Saja, Kami Ingin Juara

14 Desember 2016   22:21 Diperbarui: 15 Desember 2016   09:16 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catatan: Tulisan ini buat Bapak yang tak pernah lupa menelpon saya selepas Persib Bandung atau Tim Nasional bertanding.

Dengan masuknya Ferdinand dan Lerby pasukan Kiatisuk Senamuang dipukul mundur. Sepersekian detik sebelum Ferdinand masuk menggantikan Boaz, Hansamu Yama sudah membuat seisi stadion bergemuruh. Lagi-lagi operator papan skor menambahkan angka untuk Indonesia menjadi 2-1, hal ini membuat kapten tim Garuda bisa meninggalkan lapangan dengan sangat tenang sembari melakukan prosesi penyerahan ban kapten kepada Zulham Zamrun.

Dimenit-menit akhir Thailand semakin terdesak, tidak ada pilihan lain selain menekan dan mendesak Stefano Lilipaly cs berjaga-jaga lebih ketat di area pertahanan. Namun hingga peluit akhir dibunyikan skor tetap tak mau berubah.

Hansamu si pemberi kepastian bahwa Indonesia ‘setengah juara’ langsung sujud tersungkur diposisinya berdiri. Ada air mata yang keluar dari pelupuk matanya diiringi dengan 10 kolega lain yang masih berada dilapangan lalu official tim, rengrengan kepelatihan, pemain cadangan, dan pemain ke-12 pun ikut tumpah dalam keharuan.

Sedangkan ditempat berbeda, jauh dari tempat berlangsungnya pertandingan pemuda berperawakan jangkung, bertelanjang dada, dan mengenakan celana pendek masih berkomat-kamit meminta kepada Tuhannya agar final dilangsungkan sekali ini saja, karena dirinya serta seluruh masyarakat Indonesia yang dalam doanya tergabung dalam kata ‘kami’ begitu menginginkan Timnas Indonesia juara secepatnya tanpa melalui hambatan leg kedua. Diketahui kemudian, pemuda tersebut adalah diri saya sendiri.

Jujur ini merupakan momen paling bangga jadi orang Indonesia, dimanapun kita berada saat hari bernamakan ‘Timnas Day’ itu datang doa kita (baca: seluruh umat se-tanah air) mendadak sama: ‘Indonesia menang!’ Saya pribadi senang bisa tergabung dalam kata ‘kami’, mengimplementasikan Bhineka Tunggal Ika seutuhnya. Semua bersatu padu melupakan perbedaan, membuang segala kebencian antar kubu, dan menanggalkan kelangsungan hiruk pikuk politik. Singkatnya, Timnas sepakbola kita bisa berfungsi dengan ‘cihuy’ sebagai alat pemersatu bangsa.

Rasa-rasanya kalau boleh mengajukan banding, saya ingin mewakili sedegil-degilnya masyarakat bola seantero nusantara kepada petinggi AFF bahwa final leg kedua tidak perlu diberlakukan. Saya akan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari gelaran turnamen antar Negara mulai dari ujung Eropa sampai ujung Afrika, tentang law of the game FIFA yang menyatakan final hanya berlangsung sekali dalam satu turnamen. Dirasa tidak adil bagi Thailand, tapi mau bagaimana lagi saya hanya traumatis dengan gelar runner-up yang sudah kita raih empat kali bertubi-tubi.

Catatan: Tulisan ini buat Bapak yang tak pernah lupa menelpon saya selepas Persib Bandung atau Tim Nasional bertanding.
Catatan: Tulisan ini buat Bapak yang tak pernah lupa menelpon saya selepas Persib Bandung atau Tim Nasional bertanding.
Catatan: Tulisan ini buat Bapak yang tak pernah lupa menelpon saya selepas Persib Bandung atau Tim Nasional bertanding.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun