Separuh raga Indonesia sudah menjuarai Piala AFF edisi 2016 dengan mengandaskan permainan ambisius Thailand dengan skor  2-1. Ya, baru separuh dan masih ada satu leg tersisa yang harus diperjuangkan di kampung halamannya Teerasil Dangda dan kolega. Laga yang agaknya memiliki kadar kesulitan yang tinggi tanpa harus meminggirkan optimisme yang sudah dirajut di Stadion Pakansari, Bogor malam ini.
Kepastian ‘setengah juara’ didapat setelah Hansamu Yama menyundul bola ke gawang Kawin T yang sebelumnya berhasil mengelabui Adison Promrak yang sedang berjaga-jaga bersama Koravit Namsiwet di perbatasan barikade pertahanan Thailand. Rasa-rasanya dengan hasil ini Alfred Riedl memang jelas menyukai pertandingan yang dramatis. Hal demikian dikarenakan gawang Indonesia harus jebol lebih dahulu lewat Teerasil Dangda via serangan jalur udara (baca: sundulan). Babak pertama berkesudahan dengan skor 0-1 untuk tim tamu.
Petaka datang ketika Andik Vermansyah meringgis kesakitan dan memberi kode tak bisa melanjutkan pertandingan diawal babak. Zulham Zamrun melakukan pemanasan singkat untuk kemudian langsung memasuki lapangan. Andik hanya bisa menangis tak ubahnya Cristiano Ronaldo yang ditandu keluar lapangan dikala final Piala Eropa 2016 lalu di Perancis.
Masuknya Zulham tidak mempengaruhi kiblat permainan Timnas, pasukan Garuda masih bermain tertutup dan dengan senang hati membiarkan Chanathip Songkrasin mendikte pertahanan Indonesia. Pelatih misterius asal Austria (baca; Riedl) masih berdiskusi dengan koleganya Wolfgang Pical, percakapan yang kelewat serius disaat tim baru saja keluar dari loker room untuk memainkan babak kedua.
Dengan cederanya pemain andalan macam Andik, tertinggal satu gol, dan permainan yang tak berkembang membuat 100 pendukung Thailand semakin menjadi-jadi berselebrasi diantara keriuhan supporter Garuda di stadion berkapasitas 30 ribu tempat duduk itu. Mungkin juga di media sosial, banyak warga Thailand yang sudah update status: ‘Indonesia sudah habis!’ dan mulai memikirkan cara merayakan kemenangan Timnasnya.
Namun, tidak ada yang pasti dalam sepakbola. Waktu 45 menit yang sulit bagi Indonesia bisa dilewati dengan baik. Berpedoman pada statistik laga demi laga tim Garuda, saya pribadi berusaha untuk tetap tenang dan yakin Indonesia masih berpeluang juara. Hitungan matematisnya sederhana; mengkotret rasio gol, Boaz dan kolega memiliki kadar ketajaman sekitar dua gol perlaga sepanjang penyisihan grup hingga semi-final. Itu cukup membuat saya mampu menyeruput kopi dengan khidmat sepanjang sisa pertandingan malam ini.
Akan tetapi, keadaan menjadi semakin tegang tatkala Indonesia menghabiskan 15 menit pertama dibabak kedua dengan bermain tertutup, tak ada perubahan sama sekali seakan asa juara sudah hilang dari manusia-manusia yang terbalut jersey merah-merah. Disisi lain, Thailand semakin kurang ajar menguasai seluruh sektor permainan dilaga tersebut.
Beny Wahyudi seperti tidak pernah belajar dari kesalahan babak pertama dengan umpan-umpan lambung tak pasti ke kotak penalti, saat itu saya hanya merindukan sosok Bepe yang pastinya dengan senang hati memetik bola dengan kepalanya di udara memanfaatkan hasil dari percobaan-percobaan Beny. Sedangkan Zulham malah semakin memperlambat tempo permainan.
Lini tengah tak berfungsi dengan baik, sapuan demi sapuan tak jelas Bayu Pradana semakin membawa saya terus berandai-andai dilapangan hadir malaikat berwujud Firman Utina, Ahmad Bustomi, dan kolega di AFF 2010 lalu, yang tentu bisa membuat aliran bola menjadi lebih tenang.
Permainan anak-anak Garuda kian terbelah, mereka bermain masing-masing nyaris tak ada kerjasama tim. Hingga sampai pada sebuah keajaiban, kala Rizki Pora melepaskan shooting keras dan bola berubah arah berkat salah satu pemain bertahan Thailand. 30 ribu pemain ke-12 sontak mengiringi selebrasi pria asal Ternate ini. operator stadion mengubah papan springboard menjadi 1-1 sekaligus membuat WNI dimanapun berada sedikit lebih tenang.
Selepas gol tersebut, pelatih misterius tim Garuda nampaknya melihat ada celah terbuka untuk membelah rapatnya pertahanan Theerathon Bunmathan disebelah kiri dan Tristan Do disebelah kanan. Rizki Pora dan Abduh Lestaluhu bertubi-tubi secara bergantian membelah konsentrasi Tristan Do.