Tahun 2020 ini dunia diguncang dengan sebuah wabah yang di sebut dengan Covid 19, virus tersebut muncul di penghujung tahun 2019. Muncul banyak spekulasi bahwa penyakit ini berasal dari Cina. Tentu saja spekulasi tersebut bukan sekedar omong kosong belaka.Â
Diketahui bahwa virus ini berasal dari hewan liar. Belakangan diketahui bahwa masyarakat Cina gemar mengonsumsi hewan liar, hal tersebutlah yang membuat Cina ditengarai sebagai asal dari virus tersebut.Â
Dampak yang ditimbulkan dari virus ini berupa kematian yang begitu banyak. di berbagai belahan dunia virus ini sudah memakan banyak sekali korban yang tentu saja menyebabkan kematian. Indonesia juga tidak luput dari daftar negara yang menjadi tujuan penyebaran Covid 19.
Demi mencegah penyebaran virus secara besar-besaran, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan berupa pelarangan melakukan aktivitas yang dikiranya menyebabkan perkumpulan banyak orang.Â
Pandemi COVID 19 telah menghentikan segala aktivitas manusia mulai dari perekonomian, sosial, dan lain sebagainya. Salah satu bidang yang terkena dampak dari pandemi yaitu pendidikan. pemerintah Indonesia memberikan kebijakan berupa larangan untuk belajar di sekolah yakni tatap muka dan menggantinya dengan pengajaran secara daring atau online.Â
Hal tersebut tentu tidak begitu saja berjalan dengan lancar. Pasalnya selain merupakan metode baru, belajar secara online disinyalir malah membuat bingung dan malah tidak fokus kepada materi. Selain hal tersebut kesulitan sinyal diduga menjadi faktor utama buat para orang tua dan murid.
Bahkan  banyak wali murid yang mengeluh lantaran mereka tidak dapat update dengan teknologi. Salah satunya adalah di dusun Sijabung  desa Pengarengan, merupakan bagian dari wilayah Wonosobo yang terkena imbas kebijakan belajar daring. Hal tersebut membuat salah seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo tergerak hatinya karena prihatin terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya. Adalah Gilang Setia Mahendra, seorang mahasiswa semester 3 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang juga terkena imbas kebijakan Covid 19.
Lantaran pandemi ia terpaksa melakukan pembelajaran kuliah secara daring. Tentu hal tersebut tidaklah mudah baginya. Empati tersebutlah yang mendorongnya untuk tergerak dalam melakukan tindakan kemanusiaan berupa pendampingan belajar dengan anak-anak sekitar rumahnya. Dia berpendapat bahwa bagi mahasiswa saja belajar tanpa pendamping sulit, apalagi untuk anak di usia sekolah dasar. Gilang memberikan pendampingan pembelajaran dengan media belajar yang interaktif. Merupakan teknik belajar dengan di selingi permainan, sehingga selain bermain anak-anak juga dapat belajar.
Sudah hampir satu setengah tahun covid 19 membayangi kehidupan manusia oleh karena itu sudah sewajarnya kita sebagai makhluk sosial saling mendukung. Semoga di tahun depan virus ini sudah hilang dan kita dapat hidup dengan tanpa di bayangi ketakutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H