Ini baru namanya hidup. Walaupun semu dan sesaat tapi cukup melupakan namanya rasa terbuang. Anda pikir enak rasana hidup ditempat yang berbeda? Terkucilkan karena lain dengan kebiasaan kebanyakan?
Semuanya harus diterima, menjalani taqdir sebagai makhluk kasta ketiga. Sulit? Harus dihadapi, karena hanya itu karya yang bisa diperbuat dan diterima. Apalah arti sebuah nama kata William Shaekpaare, andai bunga mawar berganti nama, wangi harumnya akan tetap sama.
Bukan Alasan Nasib dan menentukan pilihan, tapi aturan yang mengikat semuanya tersebab.
Untungnya masyarakat senang akan pesta, kami terhibur merasakan goyangan dunia walau sesaat. Tapi inilah namanya suatu ketika. Bergoyang sejenak melupakan penyesalan yang sulit untuk dirubah. Bagaimanapun mereka manusia biasa. Hidup bukan untuk maakan. Tapi berusaha mengumpulkansedikit bekal untuk sebuah harapan.
Disaat goyangan itu terhenti, penyakit itu timbul kembali. Makian dan kutukan menjadi atribut kehidupan. Walaupun mereka sadar semunyanya bukan jadi sebuah solusi.
Keringat nafsu natural persembahan dari syetan. Tapi hanya musuh manusia yang bisa mengalihkan keadaan. Solusi yang menyebabkan suatu masalah. Sedangkan situasi tak memberikan pilihan.
Andai kejadian ini bisa memberikan sebuah pilihan, kan kulawan taqdir untuk mengubah harapan. Tabe' permisi bisa melupakan sebuah status, tapi aturan tetaplah sebuah aturan. Manusia berasal dari setetes air dan itulah sebuah ketetapan.
Legalkan seorang makhluk suci tak berdosa menyaksikan semua ini? Terkena getah akibat perbuatan yang ingin melupakan sejenak kepenatan sebuah aturan? Jawablah dengan sebuah kemunafikan yang masih bercokol tentang kekerasan dihati? Kemanusian dijadikan alat menyudutkan manusia yang tak mempunyai pilihan.
Mengapa kita bersandiwara??????
Foto : dok pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H