Saya baru percaya kalau hidup di dunia itu ibarat roda yang berputar. Hukum pasti bahwa di dunia ini tak ada yang abadi sudah valid benar adanya.
Yang dulu dibenci, awalnya mendapat cemoohan di kucilkan belum tentu di masa depan akan bernasib sama bahkan akan mendapat pengakuan dan pemujaan yang luar biasa.
Kita saksikan perjalanan eksisitas kehidupan orang indo atau meztizo ( Campuran Pribumi dengan Eropa ) di Bumi Nusantara ini.
Sejak kehadrin bangsa Eropa di Nusantara. Perkawinan Campur antar diantara kedua belah pihak tak dapat dihindari, alhasil dari kedua belah pihak lahirlah sebuah ras baru yang unik. Sebuah kelompok yang berwajah Bule ( walau ga albino banget ) tapi berkebudayaan indisc. Bisa dikatakan kelompok ini adalah pihak yang hidup diantara dua bangsa dan dua budaya.
Iklim Politik pada Zaman Kolonial Belanda yang mengelompokan golongan rakyatnya dengan berbau rasial saat itu, menyebabkan orang-orang indo itu sangat dilematis. Orang totok tidak begitu mengakui mereka karena darah campuranya sedangkan orang pribumi tetap menggap mereka adalah bangsa Belanda, walaupun setengah darah mereka sama denganya. Satu hal yang nyata, orang Indo lebih beruntung nasibnya daripada bangsa pribumi asli. Bisa menikmati kemewahan dan juga menerima hak-hak ªa yang harus jadi “Hak“ di masa tersebut.
Peralihan kekuasaan pun tiba dengan datangnya “ saudara tua“. Jepang dari Utara. Kehidupan orang indo mengalami masa kelam. Hak-hak mereka hilang. Parahnya lagi, sebagai karena dianggap sebagai bagian dari hegemoni bang Eropa, sebagian nasib orang Indo ada yang mengalami penyikasaan, penghinaan dan pemerkosaan yang berujung kematian.
Saat dan pasca Revolusi nasib orang Indo eropa bukan mengalami perbaikan. Luapan Amarah karena motiv dendam masa lalu yang dikeluarkan pribumi totok terhadap sistem Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan mereka bulan-bulanan dan sasaran yang empuk. Penjarahan, perampokan dan pembunuhan menempatakan mereka hina seperti Binatang. Yang selamat, harus terusir dari Tanah kelahiranya sendiri, berdiaspora ke Negara-negara liberal. Ironisnya, Bangsanya sendiri yang mengusirnya!!
Puluhan tahun kemudian eksisitas mereka kembali bersinar. Saat era hiburan digital menyapa negeri ini. Talenta - talenta berwajah terang, bermata biru dan bernama beken ke barat-baratan laris manis di dunia tontonan.
Efeknya, mereka dipuja dan didambakan. Sampai-sampai ibu-ibu hamil menamai anak-anak mereka sama dengan idola blasteran tersebut. Ironisnya, banyak artis-artis asli pribumi yang berlomba-lomba merubah alat-alat inderanya dengan cara kedokteran dengan harapan bisa menyamai dengan ªa yang dimiliki artis indo. Zaman telah berubah, roda kembali berputar. Sebagian masyarakat Indonesi pasri pernah mengidolakan dan ingin disamakan dengan artis bernama Jeremi Thomas, Cristian Sugiono, Adji Masaid, Ari Wibowo, Indra L Brugman, Asmirandah, Cinta Laura dll. Semuanya menjadi seolah-olah adalah standar wajah-wajah indah di negeri ini.
Bahkan dalam dunia Olahraga khusunya Sepak bola, orang indo yang “ leluhurnya“ punya ikatan sejarah dimasa lalu, kembali di minta bangsa ini untuk bergabung membela bendera bangsa. Sebut saja Sergio van Dijk, Rafael Maitimo, Stefano Lilipalyn, Diego Michles,Tonnie Cussel dan Jhon Van Beukering semuanya mempunyai akar asal usul serta lahir di Negara Kincir Angin Belanda.
Jadi, Ingatlah senantiasa Dunia itu berbuat. Daniel Sahuleka seorang Penyanyi Belanda dan mempunyai kedua orang tua Asli Hindia Belanda ( Ayah Maluku, Ibu Sunda ) dan menjadi salah satu kelompok yang terusir dari negerinya pada zaman Revolusi karena dianggap bagian dari sistim Kolonial Belanda. Ibunya pernah berkata, " Suatu saat negerimu akan menerimau dengan tangan terbuka ". Kalimat itu dia ungkapkan ketika mengadakan konser di beberapa Kota di Indonesia.
Sumber foto : http%3A%2F%2F3.bp.blogspot.com%2F-SQsUNVru5Fg%2FUkyKfyILexI%2FAAAAAAAAAw4%2FMITipTGYUZw%2Fs320%2FRoda-Kehidupan-Terus-Berputar.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fintannovrizakamalasari.blogspot.com%2F2013%2F10%2Ftiada-yang-berubah-dalam-cinta.html&h=213&w=320&tbnid=Sw0KqmKbfvxcwM%3A&zoom=1&docid=ppyuwRj_BVQU9M&ei=m4ZWU5rIDsu48gXGgoCYDQ&tbm=isch&ved=0CGMQMygTMBM&iact=rc&uact=3&dur=904&page=2&start=18&ndsp=23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H