Mohon tunggu...
gijenal
gijenal Mohon Tunggu... Administrasi - hearer

ingin menjadi pendengar yang baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Berawal Dari Curhat

8 Oktober 2018   12:18 Diperbarui: 8 Oktober 2018   16:21 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada langit warna jambu yang masak di ujung bola mata yang hampir terisak. Sesak. Begitu katamu kala mengingat masa itu. Dan berjanji untuk esok hari pada diri sendiri. Sementara kopi kita tinggal setengah. Terengah kau menjiwai liku cerita yang kau senandung kembali. Hampir klimaks, aku terus menyimak, bendung di matamu makin menyeruak. 

Kedua telapak kau taruh di muka, kaki kita singgung di bawah meja. Aku kau biarkan lamat-lamat mengamati mata mentari yang hampir mati, di tengah rundung elegi. Tahu aku kau butuh bahuku dan aku mau. Dan mau aku beri kau waktu, untuk tersedu. 

Lagumu belum selesai. Kehentian waktu, mata kaca, singgung kaki dan keinginanku membatu. Untuk membantu, ya selebihnya kuserahkan padamu. Bisikan untuk memelukmu tak usai-usai. Layaknya mimik mukamu melambai-lambai, berderai-derai, mengajak ingkar. 

Oh, sial..

Lalu aku sadar, 

Sudah aku punya pacar. 

Sore-sore itu, gijenal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun