Aku tidur di depan tivi yang menyala sampai pagi
Sengaja tak ku matikan biar rumah tua ini tak sepi
Adik ku takut jika tak ada suara selain igauan kami
Igauan kami yang menanti Emak kembali
Sudah seminggu ia pergi
Mengapa tak kunjung pulang padahal esok adik mulai sekolah selepas petang
Siapa yang hendak antar ia bertandang
Maka Mak, cepatlah pulang..
Samar-samar aku mengkhayal pada plafon rumah yang belang warnanya akibat tempias
Ada yang bentuknya mirip lintah, elang, malaikat atau hewan buas
Adik ku sering melihat bentuk yang mirip hantu
Lalu ia cepat-cepat tidur karena takut
Lalu karena itulah kemanapun aku pergi ia selalu ingin ikut
Aku benci diikuti
Yang ku ngerti hanya benci terjebak di rumah jelek ini
Aku bahkan takut ke kamar itu!
Padahal Bapak mati sudah sewindu yang lalu
Padahal Bapak mati bukan di kamar itu
Padahal, padahal aku amat rindu
Emak janji bawa roti rasa keju kesukaanku
Tapi adik butuh susu
Maka Emak pilih lembur di hari sabtu, tidak makan di hari minggu
Dengan lipstik biru Emak samarkan kelabu!
Kelabu di bibir kering malam itu saat Emak buka pintu
Diam-diam bibir keringnya menciumi kening kami yang tak kalah kering
Sebab tak ada lagi yang mencium sebasah bibir kering EmakÂ
Adalah pasir semua mata air, kecuali air mata Emak!
Diam-diam bebannya memeluk kami erat-erat, rapat-rapat, tanpa sekat
Emak menjadi kami yang ketakutan
Kami menjadi Emak yang kelelahan
Emak bilang, "Nak, asal jangan kebingungan"
Baginya buah hati adalah harapan
.
Jakarta, desemeber 2017, gijenal