[caption id="attachment_378310" align="aligncenter" width="850" caption=""][/caption]
Kegaduhan yang sengaja diciptakan oleh anggota dewan sudah sampai tingkat sangat memuakkan. Mereka sudah sangat keterlaluan mempermainkan nasib rakyat. Setiap kali membaca berita terkait isinya semua tentang pembodohan pengetahuan. Tidak habis pikir, begitu banyak orang hebat di negeri ini kok diwakili orang dengan kualitas seburuk itu?
Sangat disayangkan potensi bangsa yang begitu besar hilang hanya untuk mengurusi tingkah laku ora mutu. Belum pernah ada berita tentang dewan kita yang terhormat yang membuat hati senang, yang ada hati jadi marah dan benci. Kita tentu tahu suatu perilaku yang tidak berkenan yang dilakukan terus-menerus tanpa melihat ada harapan perubahan akan menimbulkan kebencian; kebencian yang sampai ke ‘tulang rusuk’.
Dari hati terdalam, terus terang secara pribadi aku sangat mendambakan “negara tanpa wakil” sejak dahulu. Baru saja Mbak Sum yang bekerja di rumahku ikut komentar kerinduanku ini, “Wah, senenge, Bu. Aman negara ga ada mereka!” Dengan ketiadahadiranku dalam setiap pemilihan anggota DPR/DPRD adalah jawabannya. Karena mereka merasa sangat terhormat maka menurutku rakyatlah yang belum pantas diwakili mereka karena rakyat mempunyai kepentingan; kepentingan rakyat adalah kepentingan bangsa. Bagaimana mungkin mereka bisa memperjuangkan rakyat sementara masih dalam taraf cari makan dan membela kelompoknya?
Referendum harus dilihat bukan semata sebuah acara pesta demokrasi saja tetapi adalah sarana silahturahmi negara dengan rakyatnya yang paling mesra. Referendum akan membuat negara benar-benar hadir pada tingkatan kepentingan rakyat terkecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H