Mohon tunggu...
Gita Listya Anggraini
Gita Listya Anggraini Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang mahasiswi komputer yang bercita-cita menjadi pekerja seni

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bertemu Monyet

28 April 2011   17:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:17 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-July 8th, 2010, 01:45 pm- - Dan aku baru saja pulang kemarin pagi dari perantauanku, tempat cita-cita ayah ibuku digantung, hingga setelah puas merebahkan tubuh seharian, akhirnya aku keluar, mencari peradaban. Gerimis siang itu datang begitu saja, menebarkan hawa dingin yang menusuk pori-pori. Mendung hitam menggantung di langit Bekasi. Memamerkan sketsa kemuraman kisah cinta masa lalu yang tak pernah berakhir bahagia. Meski begitu ibu memintaku pergi ke kantor pos, sedang ayah mengantarku. - Aku terisap ragu, sesaat. Hei kamu yang menoleh padaku! Mata itu, aku mengenalnya. Meskipun rambutnya sudah tidak sependek dulu ketika ku puja-puja. Tertegunku di pelataran parkir kantor pos. Terbayang sebentuk wajah imut yang belasan tahun lalu menancapkan getar-getar aneh di pikiranku. 'Hei!', sapanya. Aku tertegun sejenak hingga akhirnya menyapanya kembali. - Dia. Cinta monyetku. Teman berkejar-kejaran di kolam air ketika taman kanak-kanak. Teman berkata-kataan nama orang tua ketika sekolah dasar. Teman duduk sebangku yang dijodohkan guru ketika ulangan harian. Teman telepon barang bersenda gurau membuang waktu ketika sekolah menengah pertama. Teman pura-pura tidak kenal, tidak saling menyapa, tidak mau tahu ketika sekolah menengah atas. Teman yang aku sukai selama belasan tahun hingga akhirnya aku lupa bentuk wajahnya sekali pun. - Rambutnya gondrong, lemak yg tertimbun di tubuhnya makin banyak. Ia masih seperti dulu, selalu mengantar ibunya pergi kemana pun ibunya kehendaki. Dia menyapaku. Tidak seperti sekolah menengah atas dulu, kita selalu buang muka. Gengsi. - Hai laki-laki bernama seperti perempuan. Apa kabar? Bagaimana kuliahmu? Apa sekarang kamu bahagia? Terima kasih ya masih mengingatku. - Rasa yang dulu membuncah ruah di dada ketika bertemu hilang sudah. Kini, yang ada hanyalah rasa rindu bertemu teman lama yang terobati. Perasaan labil yang dulu sering aku tangisi itu kini buatku tertawa. Peduli setan dia suka dengan sahabatku, peduli setan dia berpacaran dengan teman sekelasku, peduli setan dia tidak mau lagi bersandang ke rumahku. - Sejenak aku tertegun hingga akhirnya dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Sadarku terusik dari ruang kekosongan. Tahu-tahu, dua bola mata lebarnya beradu dengan kedua bola mata sipitku. - "Duluan ya!" - "Iya..." Hanya satu kata itu yang terlontar dari mulutku. - Anak laki-laki itu mengangguk sambil tersenyum, memperlihatkan barisan giginya yang putih terjaga. Aku curiga dia sedang menghitung jerawatku yang tumbuh semakin liar. - Aku tersenyum melepas kepergiannya. - "Akhirnya, kita ketemu juga...," ujarku dengan suara nyaris seperti bisikan. - Lalu semua hilang begitu saja. Kenangan masa kecil itu. Tawaku dan tawanya tanpa dosa dan beban yang pecah. Hidungnya yang mengeluarkan cairan kental ketika flu dan duduk di bawah kipas angin. Tatapannya yang melihatku seperti alien ketika aku berlari dikejar guru hingga ke luar sekolah karena fobia jarum suntik. Wajahnya yang menunduk malu ketika menyanyi lagu kesukaannya di bawah pohon depan rumahku dengan suara yang ditahan-tahan untuk keluar. - Aku sudah lama melupakannya, tidak sepenuhnya lupa sih, tapi, ya, paling tidak aku ingat sekali-kali. Biar kenangan itu aku simpan di kotak sepatu kesempitan berdebu itu. Aku taruh dan tidak akan kubuka lagi karena aku alergi debu. - Senang bertemu denganmu, teman kecil... monyet ingusan kesayanganku dulu. -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun