Sudah bukan rahasia umum jika kondisi lahan sawah yang dulunya sebagai mata pencaharian para petani yang luas kini sudah berubah alih fungsi lahan. Mulai dari pembangunan perumahan dan pemukiman, tempat wisata, kawasan industri dan masih banyak lainnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berubahnya alih fungsi lahan sawah yaitu sawah yang dimiliki oleh masyarakat dijual kepada pengembang perumahan maupun pemukiman. Penyebab dijual bisa dari faktor internal dan eksternal.
Faktor intenal yaitu dari pemilik lahan sawah sendiri yang sudah tidak mampu mengolah sawahnya karena sudah usia lanjut sedangkan anak – anaknya sudah punya pekerjaan yang lain, apalagi berada di luiar kota. Sehingga tidak ada yang mengelola lahan sawah secara optimal. Kedua seringnya gagal panen ataupun biaya pengolahan sawah yang tinggi sehingga modal yang dikeluarkan lebih besar daripada hasil panen. Akibatnya sering menderita kerugian.Â
Faktor eksternal pertama yaitu dari pengembang yang memberi iming – iming harga yang lebih menjanjikan daripada mengelola sawah. Kedua masih lolosnya lahan sawah yang seharusnya masuk kategori sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan harus dilindungi tapi bisa berubah menjadi lahan perumahan, pemukiman maupun industri. Sementara juga terdapat peraturan dari pemerintah yang membolehkan alih fungsi lahan dengan syarat untuk kepentingan umum dan pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
Jika lahan sawah ini makin berkurang dan terus berlangsung maka ada beberapa dampak yang ditimbulkan  terhadap kondisi ini. Pertama mata pencaharian petani penggarap sawah berkurang, karena lahan sawah yang biasa digarap telah dijual oleh pemiliknya.  Kedua menambah pencemaran udara jika berubah menjadi lahan industri karena banyak polutan yang dihasilkan. Ketiga kerusakan ekosistem dapat terjadi karena habitat hewan dan tumbuhan seperti belalang, katak, ular, burung elang menjadi rusak dan putuslah rantai makanan.Â
Keempat  berkurangnya pasokan air tanah serta berkurangnya daerah resapan air. Dan berkurangnya produksi pangan sekaligus dapat meningkatnya harga pangan. Beras yang merupakan komoditas makanan pokok bagi masyarakat Indonesia tentu dapat berkurang pasokannya. Sehingga terjadi kenaikan harga beras tiap tahunnya karena permintaan yang berlebih sedangkan pasokan beras untuk menyuplai ke masyarakat berkurang. Untuk mengatasi dari dampak kenaikan harga beras maka pemerintah biasanya melakukan operasi pasar.
Jika operasi pasar telah dilakukan namun harga beras masih tetap di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) maka pemerintah melakukan impor beras sebagai solusi agar stok beras tercukupi dan harga dapat terkendali. Institusi yang ditunjuk untuk melakukan impor beras adalah BULOG sebagai operator kebijakan pangan pemerintah.
Setelah pasokan tercukupi ada hal penting yang layak diamati yaitu alur distribusi perdagangan beras dari produsen hingga konsumen. Pola distribusi beras dapat digambarkan menjadi enam titik, yaitu petani menjual beras ke pedagang pengepul. Kemudian, dari pengepul beras dijual ke distributor. Selanjutnya, distributor mendistribusikan beras ke agen beras. Dari titik agen, beras akan dijual ke pedagang grosir dan retail. Beras yang ada di pedagang grosir/ pedagang eceran/supermarket dijual ke konsumen akhir dan akhirnya beras dibeli oleh konsumen akhir.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa melonjaknya harga beras terjadi bisa sampai tiga kali lipat di level konsumen, sehingga jauh lebih tinggi dibandingkan harga di level petani. Penyebab utamanya adalah panjangnya rantai distribusi komoditas beras seperti di atas.
Selain melakukan impor, untuk menjaga pasokan beras dan harga yang stabil di level konsumen diperlukan strategi khusus sebagai gerakan swasembada pangan. Pertama pertahankan kondisi area sawah yang saat ini masih ada dengan meningkatkan kapasitas prosduksi. Kedua memperluas lahan sawah dengan memanfaatkan lahan – lahan yang tidak produktif menjadi lahan sawah yang produktif. Ketiga melatih para petani dengan pengetahuan yang baru mulai dari pengenalan bibit yang unggul, penanaman, pengetahuan iklim, perawatan, pemanenan hingga mempercepat pengeringan gabah dengan teknologi terbarukan.Â
Keempat menurunkan harga pupuk dengan menambah subsidi agar biaya untuk menghasilkan beras menjadi lebih murah. Kelima memutus rantai distribusi dengan cara Bulog menyerap langsung gabah dari para petani. Dan pengaturan sistem pendistribusian perdagangan beras yang lebih efektif dan efisien. Semoga Indonesia yang dulu terkenal sebagai negara agraris dapat kembali menjadi negara sebagai pengekspor beras ke mancanegara.