Korupsi , kolusi dan nepotisme tidak lagi menjadi hal yang aneh dalam kehidupan pejabat daerah di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan lantaran lembaga pemerintahan daerah sendiri tergolong minim pengawasan jika di bandingkan denan pemerintah pusat. Akibat dari lemahnya pengawasan ini, membuat tidak sedikit pejabat daerah yang melakukan tindak korupsi.
Pengertian korupsi Menurut Nurdjana, korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum.( Nurdjana ,1990). Sementara Poerwadarminta (1976) menyatakan bahwa korusi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang , penerimaan uang sogok, dan lain sebagainya. Orang yang melakukan korupsi disebut sebagai koruptor.
Dengan demikian bisa dipahami jika, korupsi adalah perbuatan yang tidak baik , buruk, crang, tidak bermoral, merusak,dan menyimpang serta melanggar tatanan nilai norma hukum, sosial dan agama.
Seperti yang dilakukan oleh salah satu pejabat pemerintahan, yakni Gubernur Ratu Atut Chosiyah. Ratu Atut Chosiyah adalah seorang politisi dari partai Golkar yang terpilih dan menjabat sebagai gubernur Banten periode 20 Oktober 2005 – 13 Mei 2014 ( Detik.com).
Ratu Atut Chosiyah telah terbukti melakukan kasus korupsi korupsi, dengan mengatur proses penganggaran pengadaan alkes Banten dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 79 miliar (Detik.com). Selain kasus korupsi alat- alat kesehatan ia juga terlibat kasus suap terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (Kompas.com).
Melihat dari kasus korupsi diatas , hal ini terutama sangat berkaitan dengan perspektif seorang ahli sosiologi, yaitu Piere Bordieau. Teori bordieau sendiri Teori Bourdieu memusatkan perhatiannya pada hubungan antara habitus, modal dan lingkungan (field, habitus, and capital) (Rey, 2007: 43).
Habitus sendiri merupakan pembatinan dari nilai- nilai budaya yang dengan kata lain habitus sendiri adalah sebuah kebiasaan. Modal menurut Bordieau adalah sumber daya atau kekuatan yang dapat dimanfaatkan seperti contohnya kekuasaan. Sementara ranah sendiri mengarah kepada kondisi medan dan tempat yang seseorang hadapi, baik secara individu maupun cakupan kelompok.
Dengan adanya perilaku habitus (kebiasaan) yang mendarah daging ini bukan tidak mungkin jika kasus korupsi kedepanya akan semakin sulit di berantas.
Melihat dari kejadian korupsi ini sudah seharusnya pemerintah lebih serius dalam menangani kasus korupsi dan pemerintah juga harus lebih memperhatikan kinerja pemerintah daerah khususnya dalam hal pengawasan, pencegahan dan pemberantasan korupsi di lingkup pemerintahan daerah.
Selain itu penaman pendidikan anti korupsi juga karus semakin di gencarkan.
Agar dapat mengurangi atau mungkin memberantas bibit- bibit korupsi sejak dini. Pendidikan anti korupsi juga di tujukan agar generasi penerus tidak lagi mewarisi perilaku habitus atau kebiasaan korup.