Selain itu, para pihak korban yang melakukan penandatangan itu tidak diperbolehkan untuk mengungkapkan perjanjian itu sendiri.
Diketahui bahwa dokumen yang ditandatangani keluarga korban termasuk 8 lembar yang berisi daftar dari banyak perusahaan seperti sub kontraktor dari Boeing.
Sementara itu, setelah mengajukan gugatan Pengadilan Negeri Seattle, AS Â kepada perusahaan Boeing dan menuntut ganti rugi atas kecelakaan Lion Air di Tanjung Karawang pada Oktober silam, Para keluarga korban juga berencana akan mengajukan tuntutan kepada Administrasi Penerbangan Federal Amerika Serikat (FAA).
Hal ini dikarenakan FAA lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat yang memberikan sertifikasi terbang untuk produk pesawat terbang di Amerika Serikat.
Karena kesalahan FAA yang dianggap cukup fatal dari kuasa hukum para korban Lion Air ini, maka mereka akan mengajukan gugatan hukum kepada otoritas penerbangan AS tersebut.
Pengajuan gugatan pun membutuhkan waktu minimal 6 bulan karena gugatan perlu disetujui setelah melalui proses komplain kepada pihak pengadilan terlebih dahulu sehingga FAA bisa mengumpulkan bukti-bukti untuk melawan gugatan tersebut.
Resmi Batalkan Pesanan Boeing 737 Max 8, Garuda Terancam Kehilangan Uang 364 Miliar
Sebelumnya Garuda Indonesia memesan sebanyak 50 armada Boeing 737 Max 8 namun hingga saat ini baru 1 unit Boeing 737 Max 8 yang sudah diterima oleh Garuda.
Oleh karena pembatalan pemesanan armada Boeing 737 Max 8 tersebut, Garuda terancam kehilangan uang sebesar USD 26 juta atau setara dengan 364 miliar rupiah. Hal ini mungkin bisa terjadi apabila negosiasi antara pihak Garuda Indonesia dan Boeing tidak menemukan titik temu atau penyelesaian yang sebanding.
Uang sebesar 364 miliar rupiah yang diberikan oleh Garuda kepada Boeing tersebut merupakan pembayaran pre down payment (PDP) alias tanda jadi untuk pemesanan pesawat 50 pesawat Boeing 737 Max 8.