Ada hal menarik bagi saya dibalik semua penghitungan quick count, dan bagaimana dasar quick count tersebut berjalan. Hal menarik dari para pendukung Capres-cawapres dengan nomor urut 1, Prabowo - Hatta. Bagaimana tidak? Segala sesuatu yang mengelikan yang terjadi satu dekade yang lalu kembali terulang!
Ya, sudah satu dekade lamanya, yaitu ketika antara Capres Megawati - Hasyim VS SBY - JK. Coba mari kita bersama-sama ingat kembali, apakah ketika Capres Megawati - Hasyin VS SBY - JK seperti saat ini? Prabowo - Hatta VS JKW - JK?
Dan masih ingatkan semua dengan Survey Quick Count yang di adakan oleh Institute for Social Empowerment and Democracy? yang memenangkan pihak Megawati dengan margin error + 1%? Ya.. mungkin kita bersama-sama dapat melihat beritanya pada link detik.com ini. http://news.detik.com/read/2004/09/20/171525/210615/10/mega-menang-tipis-atas-sby?nd771104bcj
Sekretaris Tim Kampanye Megawati saat itu Heri Akmadi mengatakan bahwa Megawati - Hasyim telah menang versi Quick Count berdasarkan perhitungan suara di 1.264 TPS yang jadi sampel, dimana duet Mega-Hasyim meraih 131.421 suara atau 50,07% dan SBY-Kalla meraih 131.051 suara atau 49,93%. Perlu kita ketahui, apabila terjadi Marginal error sebanyak + 1% maka 1264 TPS tersebut tidak dapat menjadi acuan untuk menang, disebabkan persentase suara tersebut tidak melebihi selisih 1% marginal error tersebut.
Lembaga survey lainnya, seperti The National Democratic Institute (NDI) dan LP3ES, dimana saat itu, cuman merampungkan perhitungan 40% dari 2.000 TPS yang disurvei, menyatakan keunggulan SBY - JK relatif besar dengan perolehan suara 62%, sedangkan Mega 38%. Kalau marginal error 1%, apakah SBY-JK boleh melakukan klaim atas pemenangan diri? Tentu saja boleh, apabila perhitungan suarata oleh NDI dan LP3ES telah mencapai 100% dari 2.000 TPS dan mempunyai selisih lebih dari 2% antara Mega-Hasyim dengan SBY-JK.
Dari analisa berita beserta angka diatas, bukankah sebuah hal yang lucu bahwa Puskaptis yang hanya berdasarkan 1.250 TPS itu dapat melebihi akurasi dari SMRC yang melakukan sampling suara dari 4.000 TPS? Dan kejadian ini berulang kembali ke satu dekade yang lalu, dimana ada survey 'tandingan' hasil kerjasama TVRI dengan ISED (Institute for Social Empowerment and Democracy) yang melakukan sampling suara dari 1.264 TPS, yang sudah lebih banyak 14 TPS dari Puskaptis.
Saya merasa geli dan lucu, melihat tingkah Puskaptis yang menurut saya sangat menghibur melalui pemberitaan. Salam untuk NKRI ini. Semoga kedepan kita semua dapat berpikir lebih jernih sebelum sebuah berita dari antah berantah kita telan bulat-bulat tanpa di cerna dan di pikirkan.
Salam Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H