Mohon tunggu...
Gigabyte76
Gigabyte76 Mohon Tunggu... -

can't fight this feeling anymore

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Kopi Mirna (Analisis Kemungkinan)

7 September 2016   05:07 Diperbarui: 7 September 2016   05:54 2143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan ini, penulis ingin sedikit menguraikan analisis pribadi terkait kasus kopi beracun yang menimpa (alm) Mirna Salihin. Kasus yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Sebagian orang meragukan Jessica sebagai pelakunya, dan sebagian lagi meyakini bahwa Jessicalah yang melakukannya.

Dari sekian banyak kesaksian dan penjelasan ahli dalam persidangan kasus kopi bersianida, penulis cukup sependapat dengan penjelasan ahli patologi dari Australia yang dihadirkan oleh pihak Jessica bahwa kasus kematian ini tidak dapat ditentukan penyebabnya. Ada kopi yang mengandung racun sianida, ada korban meninggal setelah meminum kopi tersebut, tetapi kematian korban tidak dapat dipastikan akibat meminum kopi tersebut. Artinya bisa ya, bisa tidak.  Dalam pandangan penulis, berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan, penjelasan ini paling mendekati fakta yang ada. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa data yang didapat tidak cukup kuat untuk mengambil suatu kesimpulan yang sahih.

Kesaksian dan bukti dari pihak jaksa di persidangan memang belum menunjukkan bahwa Jessica adalah sungguh-sungguh pelakunya. Tidak ada seorang pun saksi mata yang melihat bahwa Jessicalah yang memasukkan racun ke dalam kopi, tidak ditemukan sisa racun sianida yang digunakan maupun pembungkusnya, serta motif yang masih samar-samar. Pemaparan para saksi dan ahli khususnya yang diajukan oleh jaksa terkesan bias dan hanya menuduh. Seperti apa wujud sianida yang digunakan itu sendiri, berbahaya atau tidak kalau diperlihatkan di persidangan, itupun tidak ditunjukkan.

Ada satu hal yang terlewatkan dalam pembuktian kasus ini. Hal yang menurut penulis adalah prinsip tetapi tidak dilakukan, khususnya oleh pihak penasihat hukum Jessica.  Hal yang perlu dilakukan tersebut adalah simulasi atau mempraktekkan saja, seandainya memang Jessica adalah pelakunya. Bagaimana Jessica membawa dan menyimpan sianida tersebut serta bagaimana pula caranya menuangkan atau memasukkan racun itu ke dalam kopi.

Bagi pihak pengacara, simulasi ini mungkin dapat dianggap menyudutkan atau bahkan mempersulit posisi hukum Jessica, tetapi bagi penulis kalau bukan Jessica pelakunya disinilah sebenarnya pembuktian terkuatnya. Mengapa demikian ?

Pertama adalah, bagaimana kira-kira kemungkinan sianida itu dibawa. Dikatakan bahwa sianida ini adalah racun yang sangat reaktif dan berbahaya. Dalam wadah jenis apa sianida itu dikemas. Bisa tidak sianida itu disimpan dalam plastik, atau kertas, atau botol kaca, atau allumunium, atau juga bahan material lain. Material apa yang aman sebagai wadah dan tidak bereaksi dengan sianida. Kalau materialnya tidak dapat ditentukan maka akan sulit mencari barang buktinya.

Kedua, kecil kemungkinan siapa pun orangnya, memasukkan atau menuangkan racun sianida itu dalam posisi duduk dengan santai. Untuk zat yang berbahaya, orang cenderung akan memasukkan zat ini dengan posisi mengambil jarak ( sambil berdiri ) untuk menghindari efek secara langsung. Memasukkan racun sianida ke dalam minuman bukan seperti memasukkan gula atau garam yang bisa asal-asalan. Kalau tidak berhati-hati bisa berakibat senjata makan tuan.

Ketiga, kecil juga kemungkinan memasukkan atau menuangkan sianida tanpa pelindung baik itu masker dan minimal sarung tangan, atau menggunakan alat bantu lain. Jessicalah orang pertama yang terkena efeknya apabila terhirup tanpa pelindung, mungkin saja pusing atau mual-mual bahkan kolaps.

Keempat, kalaupun ada orang yang berani memegang sianida dengan tangan telanjang, dia harus segera mencuci tangan setelah melakukannya. Apabila tidak, efek sianida itu akan bereaksi, entah mungkin tangan terasa gatal, kemerahan ( iritasi ), atau bisa juga  perih apabila kulit seseorang sensitif. Kemungkinan sisa-sisa sianida yang berbahaya juga pasti masih menempel di tangan dan kuku. Jadi efeknya bukan sekedar gatal-gatal seperti yang tampak pada rekaman CCTV.

Sebagai perbandingan, semasa kecil penulis beberapa kali menggunakan potas/potasium untuk mencari belut dan ikan. Adalah wajib setelah itu mencuci tangan dan kuku dengan bersih di air yang mengalir sesudahnya. Jadi kalaupun benar Jessica yang menuangkan racun, seharusnya terlihat Jessica segera meninggalkan tempat untuk mencuci tangannya.

Itulah sebenarnya kejanggalan utama dalam pembuktian kasus ini menurut penulis. Adalah kecil kemungkinan dalam posisi duduk Jessica walaupun tertutupi oleh paper bag, bisa memasukkan sianida ( zat yang dikatakan sangat berbahaya ) dengan sempurna, cepat, tanpa bekas, tanpa pelindung, dan bahkan tidak segera mencuci tangannya.

Kemungkinan hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memahami jenis racun sianida, paham efeknya, dan sudah berlatih. Tidak mungkin baru pertama kali melakukan dan sekedar trial and error, sangat beresiko tinggi.

Kalau memang benar Mirna meninggal karena racun sianida dalam kopi yang diminum ( hal yang juga masih diperdebatkan ), kemungkinan terbesar menurut penulis adalah sianida tersebut sudah dimasukkan terlebih dahulu dalam proses pembuatan kopi, dan hal ini dilakukan dengan rapi. Es batu lah yang paling mungkin dan aman.

Dengan tidak mengurangi simpati kepada keluarga korban (alm) Mirna Salihin, penulis berkesimpulan bahwa kasus ini bukanlah kasus yang mudah, sangat disayangkan pihak kepolisian terlalu terburu-buru menetapkan tersangka. Ada missing link dalam kasus ini yang seharusnya merupakan tugas kepolisian untuk menemukannya dan bukan menggiring opini masyarakat dan media. 

Salam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun