Photo by giga
Berawal dari melihat keindahan bangunan lama dari kaca jendela kereta. Setelah bertanya pada teman yang memang asli Jakarta, ternyata bangunan yang dilihat saat itu adalah gedung bioskop yang saat ini bernama Metropole XXI. Gedung bioskop ini dibangun pada tahun 1932 dengan nama Bioscoop Metropool, sesuai dengan ejaan bahasa Belanda pada waktu itu. Pada 1960, mengikuti perintah Presiden Soekarno (1901-1971), bioskop Metropole mengganti namanya yang berbau asing menjadi bioskop Megaria. Sampai sekarang orang-orang banyak yang tetap menyebut tempat ini sebagai bioskop Megaria.
Bermaksud hanya ingin merasakan sensasi berbeda pergi ke bioskop saja, yang biasanya masuk mall untuk menuju bioskop dan yang satu ini sama sekali bukan di dalam mall. Tampak luar memang bangunan lama dengan arsitektur ala zaman Belanda, saat para menir masih menguasai Indonesia. Begitu masuk untuk membeli tiket yang terlihat adalah interior standar ala jaringan XXI atau cineplex lainnya. Karpet, kursi, poster-poster film, popcorn, mba XXI yang seperti biasanya ditemui dengan seragamnya, layar tv, semuanya sama.
Masuk ke dalam studio, layar bioskop lebar seperti semestinya, undakan atau level kursi tidak terlalu tinggi bisa dibilang rendah dibandingkan dengan studio XXI yang biasanya saya kunjungi di Mall. Posisi kursi yang sedikit berbeda, ruangan yang entah kenapa terasa berbeda, menjadikan suasana di dalam studio bioskop yang saya masuki cukup berbeda dari bioskop yang selama ini pernah saya kunjungi. Bagi saya, pengalaman yang menarik bisa menikmati suasana berbeda menonton film di Bangunan Cagar Budaya Kelas A.
--dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H