Mohon tunggu...
Julia Maria Van Tiel
Julia Maria Van Tiel Mohon Tunggu... -

Penulis buku Anakku Terlambat Bicara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Asal Minta Hapus Ujian Nasional

20 April 2014   12:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:27 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap akhir ajaran yang ditutup dengan UN, pasti usulan UN dihapus mencuat lagi.
UN di Indonesia memang bermasalah, tapi bukan berarti UN harus dihapus. Alasannya macam-macam. Anehnya ada yang beralasan bahwa fasilitas sekolah tidak sama kok diberi UN seragam menentukan kelulusan. Ada juga yang mengatakan bahwa di luar negeri sudah tidak ada UN.

Lalu pakai apa untuk melihat keberhasilan belajar? Ada yang menjawab, menggunakan ujian sekolah saja. Jadi fair, tergantung fasilitas sekolah. Waduh, kalau begini caranya lulusan Indonesia bisa tidak dipercaya secara internasional, karena jadi tidak ada standardnya.

Luar negeri? Luar negeri mana? Sebab Negara yang tidak menggunakan UN seragam untuk semua murid sudah tidak mempunyai system pendidikan klasikal macam di Indonesia, tetapi sudah lamaaaa sekali mereka menggunakan sistem kompetensi anak. Hal ini disebabkan karena filosofi pendidikan adalah karena setiap anak adalah unik. Artinya ia akan membawa kemampuannya masing-masing. Ambil contoh Norwegia, menggunakan 7 level kompetensi di dalam kelas. New Zealand dengan 4 level, sedang Jerman, Perancis, Belgia, dan Belanda dengan 3 level.

Setiap anak di dalam kelas akan duduk di dalam kompetensinya. Biasanya yang duduk di level 1 (atas) adalah anak-anak yang mempunyai kecepatan belajar tinggi, mudah menyerap, dan berprestasi. Kepada anak-anak ini jelas pasti akan lulus, jadi tidak perlu melalui ujian akhir SD misalnya ia bisa melanjutkan ke sekolah lanjutan berdasarkan portfolio dan advis sekolah. Biasanya langsung dikirim ke gymnasium yang kelak jurusannya adalah ke universitas. Pasti (jika bisa meraih angka yang baik terus).

Sedang yang level 3 (paling bawah), jika mengikuti ujian diperkirakan tidak akan lulus. Karena kemampuannya berada di bawah rata-rata.

Sekarang tinggal yang kelompok di tengah, adalah kelompok rata-rata. Kelompok ini paling banyak, dan jelas bervariasi. Ada yang mungkin lebih cocok ke kejuruan, ke pendidikan umum, atau mungkin ke universitas. Kelompok inilah yang harus mengikuti ujian, untuk kemudian berdasarkan peraihan nilai ia dipisah-pisah lagi kemana yang cocok.  Kelompok 1 dan 3, tidak harus, tetapi jika ingin mengikuti ujian akhir  boleh saja.

Sementara itu kalau kita lihat buku pelajaran di Indonesia, tertera: berdasarkan kompetensi. Tapi pendidikannya klasikal (kompetensinya hanya satu –artinya semua anak sama), dan minta UN dihapus. Onok-onok wae…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun