[caption id="attachment_192858" align="aligncenter" width="298" caption="Soetrisno Bachir (SURYA/SUGIHARTO)"][/caption] Soetrisno Bachir, mengingat nama itu ingatan publik langsung tertuju pada seorang yang berlatar belakang pengusaha yang sempat berpolitik. Partai Amanat Nasional (PAN) adalah partai politik (parpol) pertama yang mencatatkan namanya sebagai anggota. Tidak banyak sebenarnya yang mengenal sosoknya saat berkiprah di parpol yang dibidani kelahirannya oleh Amien Rais, seorang tokoh yang mencuat saat era reformasi tahun 1998 lalu. Namun, tahun 2005 lalu mas Tris, - sapaan akrabnya- menjulang karir politiknya. Tahun itu bertepatan dengan diadakannya Kongres II PAN di Semarang, Jawa Tengah, mas Tris terpilih sebagai Ketua Umum PAN. Saat itu dengan dukungan penuh dari mayoritas kader parpol berlogo matahari terbit dia terpilih menggantikan Ketua Umum PAN pertama Amien Rais untuk periode 2005 -2010. Sudah menjadi rahasia umum terpilihnya mas Tris karena didukung penuh oleh Amien Rais. Jadi, ada anggapan jika ingin menjadi pimpinan tertinggi di PAN ‘harus’ dapat restu dari Amien Rais. Entahlah, rumor itu benar atau tidak. Kepemimpinan mas Tris di PAN saat itu sebenarnya standa-standar saja tidak ada yang istimewa. Karena berlatang belakang seorang pengusaha yang kemudian menyebabkan dia kurang bisa mewarnai perpolitikan nasional. Tetapi hemat saya itu juga bukan menjadi alasan sebab banyak juga seorang yang berlatar belakang non politisi mampu berkiprah jauh di politik. Sampai pada akhirnya terjadilah goncangan politik yang menurut saya sangat dahsyat terjadi di tubuh PAN. Menjelang Pemilu tahun 2009 mas Tris melakukan manuver yang membuat dia tidak didukung oleh senior, dan mayoritas pengurus PAN provinsi. Persisnya saat itu mendekati Pilpres 2009 mas Tris memiliki ambisi untuk menjadi calon presiden (capres) 2009 – 2014. Publik yang sempat menonton televisi dan membaca media cetak disuguhi iklan-iklan politik dari mas Tris tentang hari-hari besar nasional. Semua itu dimaknai sebagai bagian dari upaya dirinya menjadi capres. Bahkan, ketika itu dia menerima dengan tangan terbuka ketika ada salah satu capres yang mencoba meminangnya menjadi pendampingnya alias calon wakil presiden –setidaknya itu yang saya ketahui-. Mudah ditebak, langkah mas Tris dibaca oleh para senior PAN sebagai cara dia menjadi capres. Saat itu mas Tris tidak mendengar aspirasi pengurus PAN provinsi yang memilih untuk menjadi bagian koalisi dari calon lainnya. Pengurus daerah memandang itulah target realistis karena perolehan suara PAN tidak cukup untuk mencalonkan kadernya sendiri sebagai capres. Syahdan, seior PAN menggagas pertemuan yang mengundang pimpinan pengurus PAN provinsi untuk menolak manuver dari mas Tris. Pasca itu mas Tris tersisih dari internal partainya walaupun dia masih menajabat ketua umum. Hasil pilpres 2009 lalu ternyata PAN yang mengusung kembali SBY sebagai capres memenangkan kontestasi. Polemik Gedung PAN Sabtu, akhir pekan di awal bulan ini mas Tris kembali membuat berita. Saat menghadiri sebuah pengajian di kantor PP Muhammadiyah mas Tris menyatakan ingin mewakafkan gedung PAN sekarang kepada Muhammadiyah. Begini, saat mas Tris menjadi ketua umum PAN dia langsung total mengurus partai dan meninggalkan bisnisnya. Perhatian penuh yang dicurahkan mas Tris luar biasa saat itu. Dia menghibahkan gedung yang dimilikinya menjadi kantor DPP PAN. Tidak tanggung-tanggung di depan publik dan keluarga PAN ia ungkapkan hajat mulia itu. Hal itu dikuatkan oleh pengakuan Asman Abnur, saat itu Bendahara Umum, bahwa gedung yang beralamat di Jalan Warung Buncit Raya 17 Jakarta Selatan dan dijadikan sebagai kantor atau akrab disebut Rumah PAN adalah milik partai yang berlambang matahari biru tersebut. Asman mengakui, awalnya pengusaha batik yang akrap disapa SB itu adalah pemilik gedung tersebut. Tapi belakangan oleh SB sendiri gedung itu dihibahkan kepada DPP PAN. "Ada publik yang sudah bersaksi mendengarnya. Jelas sekali waktu itu sudah dihibahkan Mas Tris (SB) ke PAN," kata Asman, seperti tertulis di media yang saya baca. Saya memandang apa yang dilakukan mas Tris sangat tidak patut dicontoh. Tak sesuainya kata dan perbuatan yang diucapkan saat mas Tris menjadi ketua umum PAN lalu dan kini merupakan cermin dari absennya kebaikan dan sikap kenegarawanan yang ada dirinya. Bagaimana bisa saat itu dengan keikhlasan, pengorbanan dia menghibahkan aset pribadinya untuk keluarga besar PAN sekarang koq malah dia mau wakafkan ke orang lain. Ada apa sebenarnya dengan perubahan sikap mas Tris sekarang. Saya dan publik langsung dapat menyimpulkan berarti mas Tris yang kini aktif di ekonomi kerakyatan ternyata tidak memiliki komitmen. Saya rasa kalau hubungan mas Tris dengan jajaran DPP PAN di bawah pimpinan Hatta Rajasa saat ini memanas jangan dilebarkan ke hal lain. Ingat, mas Tris saat itu hibahkan gedung bukan untuk ketua umum PAN sekarang dan jajarannya tapi untuk kader partai . saya tahu mas Tris sejak 21 Agustus 2010 menyatakan resmi keluar dari PAN. Kepada publik, dia beralasan hendak mengembangkan ekonomi kerakyatan. Secara formal, dia juga menyatakan ingin berkomunikasi dengan siapa pun secara bebas tanpa sekat-sekat partai. Sekilas alasan diatas sangat indah didengar, sangat mulia jika dilakukan. Namun, mendengar ada keinginan mas Tris mengangkat lagi tentang gedung yang sudah dihibah dan dipindahkan ke pihak lain rasanya sanjungan diatas mesti dihapus dari perbendaharaan tulisan saya ini. Ucapan yang sudah terlontar dan disaksikan banyak orang dari mas Tris akan diingat oleh publik. Jangan menjilat ludah sendiri yang telah jatuh. Jangan menarik ucapan yang telah terucap untuk ditarik kembali. Bila Anda mas Tris, mengaku pernah menjadi politisi rasanya perlu dipertajam lagi pemahaman tentang etika seorang politisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H