Manusia adalah makhluk tuhan yang diberikan otoritas diri untuk mengabil keputusan arah kehidupan. Menuju jalan gelap yang jauh akan terangnya cahaya  merupakan salah satu otoritas kehidupanya begitupun sebaliknya. Layaknya manusia mengikuti apa yang telah diajarkan mata hatinya untuk bertingkah sosial.
Pelajaran hidup kadang tiba seperti datang nya petir dikala hujan. Tuntunan untuk terus memperbaiki hidup selama manusia masih menghembuskan nafas adalah sebuah kelayakan yang harus. Sakit rasa, sakit batin, sakit fisik mempunyai makna yang besar untuk orang yang berfikir seperti air (jernih).
Pendidikan pertama dan terpenting selayaknya pondasi untuk sebuah bangunan adalah pendidikan pertama untuk manusia yaitu keluarga. Proses pertumbuhan pemikiran, pembentukan sikap, cara bertutur merupakan tiga hal dari banyak yang terbentuk disana. Nilai-nilai kebaikan yang tidak harus diperdebatkan bentuk abstraknya. Kadang  penghambat datangnya sebuah toleransi hidup adalah karena perbedaan. Padahal perbedaan bukanlah tanda permusuhan tapi perbedaan harus identik dengan warna pelangi yang membentuk keindahan.
Besar manusia mencari keadilan hidup yang entah hal itu kapan dan datang dari mana. Usaha berupa tenaga, doa, dan pikiran di kerahkan untuk meraih keinginan yang melintas dikepala dan besar harapan mereka tidak hanya melintas tapi terjadi seperti terjadinya manusia itu di lahirkan. Membandingkan hidup bukanlah jawaban tapi awal sebuah perubahan untuk kebaikan. Namun kadan pemikiran buruk melihat kehidupan adalah menang dan kalah yang bersifat kekal tanpa sandar kehidupan sangat kompleks dengan dinamika didalamnya.
Selalu kurang menjadi hal yang membuat manusia terlihat tidak seperti manusia. Terlihat jahatnya manusia ketika pikiran buruk di satukan dengan nafsu manusiawinya. Kadang mendapatkan sesuatu bukan sebuah tujuan tapi melihat manusia lain tidak mendapatkan apa yang menjadi citanya. Manusia saling membaikan diri dengan memberikan wajah keduanya hanya untuk mendapatkan pujian. Padahal dia punya muka asli yang dia tutupi seperti tuhan  menutupi aib hambanya.
Mempertaruhkan hidup memang tidaklah mudah. Banyak manusia sekitar memandang ketidak mampuan dan kelemahan adalah sebuah alasan pembenaran tapi hidup yang tidak di pertaruhkan tidak dapat di menangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H