Juli 2014 ini kita menyaksikan dua tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Yang satu terjadi di Gaza, yang teranyar ditembak jatuhnya pesawat Malaysia Airlines (MAS) MH17. Ratusan korban berjatuhan. Di Gaza, sampai Jumat (18/7) ini, akibat agresi militer Israel mengakibatkan korban tewas sebanyak 247 orang, sementara korban tewas akibat jatuhnya pesawat MAS MH17 dilaporkan sebanyak 298 orang.
Terkait jatuhnya pesawat MAS MH17, hingga kini masih simpang siur siapa pelaku yang menembak jatuh pesawat rute Amsterdam-Kuala Lumpur tersebut. Otoritas Rusia dan Ukraina saling tuding. Versi otoritas Ukraina yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat jenis Boeing 777 tersebut menyebutkan bahwa, Rusia yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Menanggapi tudingan tersebut, pihak Rusia menyangkal dengan tegas.
Siapapun pelakunya, yang pasti ini adalah tindakan keji dan brutal oleh mereka yang sama sekali telah kehilangan rasa kemanusiaan. Sama dengan yang terjadi di Gaza. Apa yang sedang berlangsung di bumi Palestina itu bukanlah sebuah perang, melainkan pembantaian. Zionis Israel dengan keji memborbardir rakyat Gaza yang sebagian besar anak-anak, wanita dan para orangtua.
Yang terjadi pada pesawat MAS MH17 dan yang sedang berlangsung di Gaza adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Dunia mengecam dan mengutuk pelaku di balik tragedi tersebut. Lalu bagaimana dengan Amerika Serikat? Kita melihat ada reaksi berbeda yang ditunjukkan gedung putih dalam menyikapi dua peristiwa tersebut. Lihat saja, ketika mesin-mesin tempur Israel memborbardir dan mengoyak tubuh anak-anak Palestina, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama, terkesan diam. Obama justru “merestui” serangan tersebut. Ia mengatakan, tindakan Israel tersebut untuk melindungi Israel dari serangan Hamas. Obama justru mengecam serangan roket Hamas yang dilepaskan ke Israel.
Sikap yang sama ditunjukkan Juru Bicara Gedung Putih Josh Earnest. "Tidak ada negara yang bisa diam saja ketika roket ditembakkan ke arah warga sipilnya. Kami mendukung hak Israel untuk melawan serangan ini," ujar Josh Earnest, seperti dikutip Common Dreams, Kamis (10/7/2014). Betul-betul aneh. Jelas-jelas korban pembantaian itu ada di pihak Gaza, tetapi negara paman sam justru membela Israel.
Sikap yang berbeda diperlihatkan Amerika saat menyikapi tragedi jatuhnya pesawat MAS MH17. Obama bereaksi cepat. Ia menjanjikan bantuan penuh untuk menyelidiki peristiwa tersebut. Obama telah berbicara via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin khusus membahas tragedi MAS MH17 ini.
Obama sendiri telah menyampaikan duka cita mendalam dan menyebutnya sebagai tragedi menyedihkan. Obama juga menyatakan, pihak AS akan mengupayakan dukungan sekuat tenaga untuk membantu otoritas Ukraina dalam menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dengan MAS MH17.
"Saya telah mengarahkan tim keamanan nasional untuk tetap berkomunikasi dengan pemerintah Ukraina. AS menawarkan bantuan apapun yang kami bisa untuk membantu mencari tahu apa yang terjadi dan kenapa," ucap Obama.
Apa yang dilakukan Obama atas kejadian jatuhnya pesawat MAS MH17 merupakan langkah tepat. Sebab, tragedi MAS MH17 betul-betul melukai rasa kemanusiaan. Sayangnya, reaksi yang sama tidak ia tunjukkan dalam menyikapi tragedi kemanusiaan di Gaza. Dua duka internasional yang disikapi berbeda Amerika. Jelas tidak ada konsistensi gedung putih dalam membantu mengatasi persoalan-persoalan dalam konteks hubungan internasional. Sikap yang berat sebelah.
Reaksi tidak adil Amerika ini sesungguhnya bukan rahasia lagi. Kita sama-sama tahu kalau Amerika Serikat selalu menjadi “payung” atas setiap tindakan Israel. Sebagai sekutu utama Israel, AS tampil sebagai pelindung dan pengayom kaum Zionis.
Fakta sebelumnya, negara paman sam sudah seringkali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan (DKK) PBB yang mengecam serangan Israel di Gaza. AS terus berupaya memperpanjang rekor penggunaan hak vetonya guna membendung tindakan internasional terhadap kebrutalan agresi Israel.
Pemerintah Amerika memang selalu berat sebelah. Jika timbul korban di pihak Israel, maka dengan lantang AS akan berteriak dengan mengumumkan tindakan itu sebagai tindakan kejahatan perang dan akan menggerakan masyarakat internasional. Sungguh tidak adil.
Pembelaan gedung putih bukan tanpa alasan.Israel merupakan perpanjangantangan AS di wilayah Timur Tengah. Di samping memiliki kepentingan ekonomi, AS juga memiliki kepentingan politik, yakni perluasan pengaruh dan wilayah. Hal ini dibuktikan dengan kuatnya pengaruh AS terhadap negara-negara Arab (yang menjadi sekutunya yakni Arab Saudi dan Mesir) terutama Israel sebagai negara non Arab.
Kepentingan ekonomi AS di Timur Tengah, yakni menguasai minyak bumi. Kenapa Amerika begitu ngotot ingin menjarah kekayaan minyak di bumi Timur Tengah? Hal ini disebabkan karena Amerika merasa sebagai negara super power, yang memiliki kekuatan teknologi yang canggih dan modern.
Hampir semmua teknologi yang dikembangkan membutuhkan cadangan minyak bumi yang besar. Pabrik-pabrik membutuhkan minyak. Gedung-gedung megah membutuhkan minyak. Pesawat terbang, kendaraat darat dan laut AS membutuhkan minyak. Karena merasa sebagai negara yang hebat, yang segalanya ditunjang dengan pasokan bumi, AS berusaha mati-matian menjaga pasokan minyaknya.
Untuk terus menjaga kepentingannya di Timur Tengah, AS "memelihara" Israel. Langkah ini dimulai AS dengan sikap tegas terhadap pengakuan atas eksistensi Israel guna menjadikan sekutunya itu menjadi kekuatan utama. Apapun bentuk kebijakan yang diambil oleh AS, akan berujung pada kuatnya pengaruh dan otoritas penuh untuk memveto segala macam sanksi yang dapat menganggu atau mengancam eksistensi Israel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H