Mohon tunggu...
Wahyu Gievari Hidayat
Wahyu Gievari Hidayat Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis Itu nikmat. Maka, nikmatilah menulis...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah 307 Tahun, “Yes” or “No”

17 September 2014   17:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:26 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa depan rakyat Skotlandia akan ditentukan besok (18/9/14) melalui referendum. Kehendak politik rakyat pecah dalam dua kelompok, yakni kubu “Yes”, kubu yang setuju memisahkan diri dari Inggris Raya dan kubu “No”, kubu yang menolak merdeka.

Bagi Anda yang pernah menonton film Braveheart mungkin belumn lupa dengan tokoh William Wallace. Ia menjadi pahlawan bagi perjuangan rakyat Skotlandia yang ingin lepas dari penjajahan Inggris pada akhir abad 13. Di penghujung hayatnya, tokoh yang diperankan aktor kawakan Mel Gibson itu lantang meneriakkan kata “Freedom!” Kata itu menyulut semangat perlawanan rakyat Skotlandia untuk bebas dari kungkungan penguasa Inggris.

Boleh jadi, spirit William Wallace dalam film tersebut mengilhami rakyat Skotlandia yang pro kemerdekaan. Kelompok yang ingin pisah dari Inggris Raya tentu saja bukan atas alasan penjajahan fisik, seperti yang dialami rakyat Skotlandia dalam film Braveheart. Kubu pro kemerdekaan menilai pemerintah Inggris gagal memajukan potensi Skotlandia selama kurun waktu 307 tahun. Jika William Wallace melawan dengan angkat senjata, maka perlawanan rakyat Skotlandia era ini memilih melawan melalui jalur politik : referendum.

Wacana pemisahan diri Skotlandia dari Britania bukan isu baru lagi. Lama sebelumnya, kehendak untuk pisah ini acap dihembuskan. Dan akhirnya, setelah melalui kesepakatan Pemerintah Skotlandia dan Pemerintah Britania Raya pada awal Maret 2013,hasrat kelompok yang ingin merdeka tersalurkan melalui proses jajak pendapat.

307 tahun sudah Skotlandia melebur dalam kerajaan Inggris Raya. Tahun 1707, Kerajaan Skotlandia resmi bergabung dengan Kerajaan Inggris yang berlokasi di Pulau Britania utara.

Penyatuan itu sendiri terjadi karena Inggris membutuhkan tenaga manusia dan wilayah Skotlandia untuk menunjang sektor ekonomi dan militernya, sementara Skotlandia membutuhkan teknologi dan kekayaan Inggris untuk memajukan wilayahnya.

Inggris Raya merupakan nama dari negara kepulauan berbentuk monarki konstitusional yang terletak di lepas pantai Eropa Barat. Inggris Raya adalah sebuah negara kesatuan di bawah monarki konstitusional dengan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negaranya. Inggris Raya terdiri dari 4 negara bagian, yakni Inggris (England), Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara.

Skotlandia Merdeka, Membaik atau Terpuruk?

Kubu yang menghendaki Skotlandia merdeka percaya bahwa kemajuan bisa dicapai tanpa mengandalkan Britania. Kemerdekaan Skotlandia dari Inggris Raya diharapkan dapat memunculkan harapan baru bagi masyarakat Skotlandia setelah 307 tahun berada di bawah kekuasaan Britania.

Kubu pro kemerdekaan menganggap, pemisahan ini akan membuat mereka lebih mandiri dan percaya diri. Mereka menganggap standar hidup akan membaik jika Skotlandia menjadi sebuah negara merdeka.

Wakil Perdana Menteri Skotlandia, Nicola Sturgeon mengatakan, selama masih terpasung oleh ekonomi Inggris yang tidak merata, Skotlandia tidak akan mampu untuk mengaktualisasikan potensi-potensi ekonominya untuk pembangunan.

Kubu ”ya” menganggap ini kesempatan terbaik untuk merdeka. Dengan modal cadangan minyak di Laut Utara, Skotlandia percaya diri dengan kemampuan mereka untuk berpisah dari Kerajaan Inggris.

Sementara kubu pro integrasi yang dimotori Perdana Menteri Inggris David Cameron punya argumentasi berbeda. Cameron menentang kemerdekaan Skotlandia dan menekankan pentingnya menjaga keutuhan wilayah Britania.

Sebelumnya, salah satu bank terbesar di Skotlandia, Royal Bank of Scotland (RBS) berharap Skotlandia tidak berpisah dengan Inggris Raya. Bila itu terjadi, RBS akan bergabung dengan Inggris. Ancaman sektor perbankan juga datang dari Lloyds Banking Group. Bank ternama ini juga mengancam akan memindahkan markas utamanya ke Inggris.

Kemerdekaan Skotlandia juga berpengaruh pada kemampuan pertahanan militer Inggris Raya. Sebab, pemerintah Skotlandia telah menegaskan bahwa mereka berencana mengusir senjata nuklir dari wilayahnya secepat mungkin. Pangkalan armada kapal selama bersenjata nuklir milik Inggris Raya Trident memang berbasis di Faslane, Skotlandia.

Mereaksi wacana pemisahan diri Skotlandia dari Britania, Ketua Partai Buruh Inggris, Ed Miliband menegaskan, kemerdekaan Skotlandia akan merusak perekonomian Britania. Menurut para analis, Britania jika benar-benar kehilangan Skotlandia, gaungnya akan menggema di lembaga-lembaga internasional seperti, Dewan Keamanan PBB dan juga pada keputusan-keputusan Uni Eropa. Jika Skotlandia pisah dari Britania, negara itu akan kehilangan sepertiga dari wilayahnya dan juga sumber-sumber minyaknya.

Kemerdekaan Skotlandia juga akan menciptakan tantangan serius bagi negara yang masih bernaung di bawah Britania Raya. Saat ini, armada kapal selam nuklir Britania berpangkalan di Skotlandia dan hasil pendapatan dari minyak laut utara Skotlandia juga sangat penting bagi Britania.

Dari JK Rowling, David Beckham hingga Ratu Elizabeth II

Kedua kelompok berpacu dengan waktu mengumpulkan dukungan sebanyak-banyaknya menjelang pemungutan suara. Sejumlah selebritas terkenal Inggris dan Skotlandia pun turun tangan, termasuk penulis terkenal JK Rowling yang menyumbang sekitar Rp 19 miliar untuk kampanye “No”.

Meski lahir di Inggris, Rowling menikah dengan pria Skotlandia dan tinggal di Edinburgh. Penulis buku laris Harry Potter ini secara terbuka mendukung kampanye ”Bersama Lebih Baik” yang dipimpin mantan Menteri Keuangan Inggris Alistair Darling, menyerukan agar Skotlandia tetap menjadi bagian Britania Raya.

Ikon sepakbola Inggris, David Beckham, juga ikut memberikan dukungan agar Skotlandia tetap bersatu dalam payung Inggris Raya. Ia bergabung dalam petisi yang digalang para selebritas Inggris menolak pemisahan Skotlandia.

The Times melaporkan, Ratu Elisabeth II, yang selama ini dinilai berhati-hati terkait isu kemerdekaan Skotlandia, pada hari Minggu menyatakan meminta masyarakat Skotlandia berpikir sangat hati-hati terkait masa depan mereka. (Kompas, 18/9)

Adapun kubu ”ya” dipimpin langsung Menteri Besar Skotlandia Alex Salmond, pemimpin Partai Nasional Skotlandia. Mereka berkampanye di empat kota untuk memenangi dukungan dan mengakhiri persatuan Skotlandia dan Inggris yang telah berlangsung selama 307 tahun.

”Skotlandia berdiri di titik puncak sejarah. Saya lebih yakin kini, rakyat Skotlandia akan mengatakan ’ya’ pada referendum bersejarah,” demikian Salmond dalam artikel yang dimuat harian Daily Record.

Pertaruhan David Cameron

Perdana Menteri Inggris David Cameron, Senin (15/9), mengunjungi Skotlandia untuk terakhir kali sebelum referendum digelar. Ia menegaskan sikap Inggris, yakni menentang kemerdekaan Skotlandia. Ia memperingatkan Skotlandia bahwa setelah berpisah, tidak ada ruang untuk penyatuan kembali.

Cameron dalam kampanye “lebih baik bersama”, menegaskan bahwa Skotlandia akan mendapatkan manfaat ekonomi lebih besar dalam Inggris Raya.

Ini pertaruhan bagi David Cameron, kalau pisah dia dianggap tidak mampu mempertahankan Skotlandia.

David Cameron mendesak Skotlandia untuk tidak memberikan opsi suara untuk kemerdekaan Skotlandia, melainkan tetap menjadi bagian dari Inggris Raya. Hal tersebut nantinya akan dilakukan dalam referendum yang akan dilaksanakan pemerintah Skotlandia pada Kamis, (18/9/2014).

"Kepala, hati dan jiwa, kami ingin Anda (Skotlandia) untuk tetap bersama," kata Cameron dalam kunjungannya, Senin (15/9/2014).

Cameron menuturkan bahwa kunjungannya ke Aberdeen tersebut bisa merupakan kunjungan terakhirnya bila Skotlandia memilih kemerdekaan. Namun jika Skotlandia tetap menjadi perserikatan dengan Inggris, Cameron berjanji akan memberikan banyak hal yang akan membuat Skotlandia menjadi negara yang lebih maju dari sekarang.

Efek Referendum

Kehendak sebagian rakyat Skolandia yang mendorong pemisahan dari Britania Raya menginspirasi sejumlah tempat di belahan negara lain untuk melakukan tindakan serupa. Okinawa, sebuah pulau kecil yang terletak di Selatang Jepang juga sudah menyuarakan pemisahan diri dari negara induknya, Jepang. Selanjutnya Serbia. Presiden entitas Serbia mengemukakan kemungkinan Serbia untuk menjadi negara yang berdiri sendiri.

Keinginan merdeka juga datang dari Daerah Otonomi Catalunya, Spanyol. Presiden Daerah Otonomi Catalunya, Artur Mas mengatakan, pemerintah Spanyol tidak dapat menghalang-halangi usulan referendum untuk menentukan kemerdekaan Catalan dari negeri matador. Referendum untuk mendapatkan kemerdekaan juga diinginkan sebagian rakyat Tyrol Selatan, salah satu adalah propinsi terkaya di Italia.

Sebelumnya, Rakyat Provinsi Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur lebih memilih merdeka dan melepaskan diri dari pemerintahan Ukraina di Kiev, sebagaimana terepresentasi dari hasil referendum yang telah diumumkan, Mei lalu. Inilah yang memicu konflik berkepanjangan di Ukraina yang menimbulkan konsekuensi global.

Indonesia sendiri punya pengalaman dengan referendum yang terjadi pada masa pemerintahan B.J.Habibie. Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI.

Menurut BJ Habibie, pemberian otonomi luas merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh, dan dapat diterima secara internasional. Cara ini merupakan penyelesaian yang paling realistis, paling mungkin terlaksana, dan dianggap paling berprospek damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang adil antara integrasi penuh dan aspirasi kemerdekaan

“Yes” or “No”

Lebih dari 4 juta orang Skotlandia, Inggris, dan penghuni asing berhak memberikan suara. Berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Perdana Menteri Skotlandia Alex Salmond, warga Skotlandia dengan usia minimal 16 tahun dapat berpartisipasi dalam referendum.

Pertanyaan pada kertas suara adalah : “Apakah Skotlandia sebaiknya menjadi sebuah negara merdeka?”

Jika kubu “No” menang, maka itu berarti Skotlandia akan tetap berada dalam payung Inggris Raya. Sebaliknya, jika suara kubu “yes” memperoleh suara mayoritas, maka Skotlandia merdeka akan terwujud seperti yang dicita-citakan William Wallace.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun