Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Yang Aneh dari Etimologi Teh

18 September 2016   10:10 Diperbarui: 18 September 2016   10:51 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.pd4pic.com

Etimologi itu ilmu mengenai asal-usul kata dan perubahan maknanya. Ilmu semacam ini kategorinya bisa abu-abu, tidak pasti, terserah yang sedang berteori. Dan kalau ada banyak penafsiran arti, kesahihannya bisa sebatas opini, tinggal adu banyak-banyakan yang mengikuti. Orang-orang yang sependapat akan menganggapnya tepat, yang beda pendapat akan menganggapnya sesat.

Memang banyak aspek yang ditinjau untuk merunut asal-usul sebuah kata atau istilah, tetapi tak jarang kesimpulannya sedemikian sederhana sehingga orang awam pun sebenarnya sudah tahu itu sejak lama. Hanya karena bukan bergelar doktor atau profesor atau berpredikat ahli bahasa, maka pendapat orang awam tak bisa dijadikan referensi oleh para akademisi yang terkenal memiliki "gengsi intelegensi" alias "intelegengsi" sangat tinggi. (Duh, belum apa-apa kok sudah lewat 70 kata batas minimum postingan Kompasiana)

Ini sebenarnya ada hubungannya dengan sandiwara radio dan penanggulangan bencana. Hanya saja karena sudah kelewatan masa lomba akibat si kecil menolak disambi ngelaptop dan harus ditemani bobok ayahnya, maka tema dan tulisan jadinya pun melenceng agak jauh dari "sana".

Sesuai judul, saya akan membahas keanehan pada etimologi teh, tetapi bukan kata "teh"-nya, melainkan turunannya. Begitu terpikir kata "sambi", saya jadi ingat ada istilah teh yang "salah ketik"; seharusnya "teh Sambi", pake "S", bukan satu huruf sesudahnya secara alfabetis. Secara ego intuisi, saya menengarai kata "Sambi" lebih cocok. Tapi bukan karena kalau nge-teh bisa disambi baca koran atau baca Kompasiana, bukan pula karena saya tiba-tiba paham bahwa kata "sambil" dalam bahasa Indonesia itu bisa saja berasal dari kata "sambi" yang dikenai pasal paragog kebahasaan. Pokoknya, istilah untuk teh itu lebih cocok "Sambi". Supaya jelas ada hubungannya dengan sandiwara radio, khususnya Tutur Tinular yang ditulis oleh Pak S. Tidjab.

Meski awam dan bukan ahli bahasa, saya bukannya sembarangan klaim soal asal-usul kata dan arti ini. Ada bukti pendukungnya. Bukan tanpa alasan nama Sambi itu berevolusi menjadi istilah teh. Bagi yang ingat sandiwara radio Tutur Tinular itu pasti ingat juga dengan soulmate Dewi Sambi. Namanya Mpu Bajil alias Tong Bajil. Yang namanya soulmate, pasti akan menyertai ke mana pun (apalagi nggak punya ponsel).

Tong Bajil ini pun pastinya mengevolusikan namanya dengan istilah teh, mengikuti jejak soulmate-nya. Udah ketemu, kan? Belum?

Pernah dengar atau baca nama teh Tong Jil? Itu dia evolusi dari nama Tong Bajil. Teh Sambi dan Teh Tong Jil; ada hubungannya dengan sandiwara radio, kan? Ada bangeet. Masih  gak percaya?

Apa? Anda tanya bencananya? Bencananya itu karena dari kemarin saya kira tanggal 17 itu hari ini, Minggu. Apa, kiamat? Nggak juga. Muchsin Alatas dalam lagunya "Dunia Belum Kiamat" pernah mengucap bahwa selagi masih "banyak gadis pilihan dan banyak janda uwik..uwik", maka dunia belum kiamat. Clear? Alhamdulillah..

Selamat pagiiiii…….
Salam uwik-uwik …..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun