Ini serius. Bilik coblosan saat pemilihan, baik pilkada maupun pilpres sebenarnya melontarkan pertanyaan. Disadari atau tidak, yang dilakukan para pemilih di bilik coblosan sebenarnya adalah menjawab pertanyaan bilik tersebut.
Ada tiga lapis pertanyaan yang hanya dapat dideteksi oleh orang yang punya perasaan, sesuai tingkatan kepekaannya.
Lapis pertama, bilik coblosan bertanya: siapa yang kamu pilih? Ini pertanyaan paling mudah. Semua orang berperasaan (kasar maupun halus) bisa mendeteksi pertanyaan tersebut. Yang tidak terbiasa berpikir akan segera menjawabnya dengan mencoblos sesuai keinginannya. Karena terserah ia mau memilih siapa, tak ada yang bisa menyalahkan pilihannya.
Pertanyaan lapis kedua bisa dideteksi oleh orang normal berperasaan agak halus. Yang berperasaan kasar tidak mampu mendeteksinya. Pertanyaan lapis kedua dari si bilik adalah: Siapa yang bisa kamu percayai? Jawabannya memang subjektif, tetapi minimal pencoblos sudah mengenal atau membuktikan sendiri sifat baik orang yang akan dicoblos gambarnya.
Pertanyaan lapis ketiga hanya dapat dideteksi oleh orang berperasaan sangat halus alias peka. Karena pertanyaan si bilik adalah: siapa yang bisa membuatmu berani bersaksi akan sifat amanahnya? Jawaban atas pertanyaan ini paling objektif dibandingkan jawaban atas dua pertanyaan lainnya. Karena si pencoblos harus mengenal lebih dalam orang yang gambarnya akan dicoblos. Karena pencoblos tipe ini sama halnya dengan bersaksi di hadapan Tuhan.
Sebenarnya ada lagi satu lapis pertanyaan, tapi sebut saja pertanyaan lapis ke-nol. Pertanyaan ini khusus dilontarkan bilik coblosan pada orang-orang yang "tidak merdeka" alias kehilangan integritas (secara politis). Karena pertanyaan lapis ke-nol tersebut adalah : kamu disuruh milih siapa?
