Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengutamakan yang Kanan = Mendahulukan Logika

16 Februari 2014   15:33 Diperbarui: 10 Oktober 2015   10:07 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Sumber: www.gbpersonaltraining.com)"][/caption]

Mengapa kaki dan tangan kanan lebih diutamakan daripada yang kiri? Mengapa anjuran mengutamakan yang kanan hanya muncul dalam kebudayaan Timur dan tidak muncul dalam kebudayaan Barat? Ada alasan filosofis dan alasan logisnya. Kalau alasan filosofis bisa dikarang-karang sendiri semaunya. Saya akan sampaikan alasan logisnya saja. Secara fungsi, otak manusia dibagi menjadi otak kanan dan otak kiri. Otak kanan bertanggungjawab pada gerak organ tubuh sebelah kiri (kaki kiri, tangan kiri). Sebaliknya, otak kiri mengendalikan gerak organ tubuh sebelah kanan (kaki kanan, tangan kanan).

Jadi, anjuran untuk mengutamakan organ tubuh sebelah kanan, itu sama halnya dengan anjuran untuk mengutamakan penggunaan otak kiri. Kita memang berjalan dengan kedua kaki, tetapi anjurannya adalah melangkahkan kaki kanan dulu, (artinya: mengaktifkan otak kiri dulu).

Otak kiri berperan dominan dalam pengolahan informasi yang berhubungan dengan bahasa, matematika, penalaran, dan logika. Otak kanan berperan dominan dalam pengolahan informasi yang berhubungan dengan pemahaman spasial (spatial ability), pengenalan wajah (face recognition), simbol-simbol visual, imajinasi, serta musik.

Jadi, anjuran mengutamakan organ tubuh sebelah kanan sama halnya dengan anjuran untuk mendahulukan penggunaan otak kiri, dan anjuran untuk mendahulukan penggunaan otak kiri merupakan pesan tersirat untuk selalu mendahulukan logika dalam segala "kebaikan". Ternyata budaya Timur menyisipkan ajaran-ajaran cerdas. Sayangnya, ajaran dalam budaya semacam itu sering tidak dipahamami esensinya oleh para pelakunya. Budaya sekadar dianggap kebiasaan yang perlu ditiru. Dan itu hanya dianggap sebagai pelengkap adab alias sopan santun belaka, hanya jadi jurus kosong tanpa lwekang.

Kalau kita amati sekarang, sebagian (besar) masyarakat "Timur" masih cenderung terbiasa berpikir irasional; kreatif sih, tetapi cenderung ngawur. Mungkin saja itu kebiasaan sejak zaman dulu. Karena itulah muncul "ajaran" yang mengutamakan organ tubuh sebelah kanan itu yang maksudnya adalah anjuran mengutamakan rasio alias nalar.

Dalam kebudayaan "Barat", anjuran semacam itu (sepertinya) tak ada. Bukan karena tak beradab, tetapi karena masyarakat di situ (sudah) terbiasa berpikir rasional, sudah terbiasa mendahulukan penggunaan otak kiri. So, kanan atau kiri bagi mereka (sebenarnya) sama saja. Lucu saja kalau masih dianjurkan mengutamakan yang kanan. Toh mereka pasti sudah tahu bahwa hanya dengan menoleh ke kanan saja, bagian kiri otak mereka sudah mengedepan.

Mungkin ini hanya soal teknis ajaran leluhurnya. Leluhur Timur meletakkan logika di balik budaya, sedangkan leluhur "Barat" meletakkan budaya di balik logika. Leluhur Barat dan leluhur Timur itu bersaudara. Mereka mencoba mengadu dua metode pengajaran yang mereka terapkan pada belahan bumi yang berbeda. Kalau penerusnya sama-sama rajin belajar, hasilnya bisa sama, yaitu insan logis dan berbudaya. Faktanya? Siapa yang malas belajar? Upsss.. (*sepertinya paragraf  terakhir ini hasil provokasi otak kanan saya, kata otak kiri saya, sih).

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun