Pantas menimbulkan kehebohan, debat capres ketiga pada 7 Januari 2024 yang diikuti ketiga capres kemarin ternyata memang diwarnai aksi dramatis. Ada aksi serang lawan debat bahkan sejak menit-menit awal. Pukulan telak, hantaman keras, serta sindiran makjleb dilancarkan. Alhasil, secara impresi visual salah satu capres babak belur tanpa dapat membalas. Kenapa cuma salah satu capres yang babak belur? Nah, ini yang menarik. Yang babak belur cuma salah satu capres karena dua capres yang lain "berkomplot" mengeroyoknya.
Fenomenanya mirip dongeng Bawang Putih. Mula-mula Bawang Merah menyerang Bawang Putih. Bawang Putih tidak bisa membalas. Ia hanya menahan diri sambil memaklumi kalau karakter Bawang Merah memang begitu.
Bawang Putih berharap orang lain yang berdiri di sebelahnya bisa diajak bicara dan bercengkerama. Karena terlihat sudah tua, ramah, dan adem pembawaannya. Tapi ia salah. Karena ternyata orang lain di sebelahnya itu tak lain ibu tirinya. Orang lain di sebelahnya itu ternyata ibu kandung si Bawang Merah. Orang yang seakan netral tapi ternyata hanya menunggu saat yang tepat untuk membuatnya nyungsep se-nyungsep-nyungsep-nya.
Ada yang bilang debat capres kemarin itu bukan debat, melainkan pembantaian. Saya agak setuju. Terutama saat scene capres 03 dan 01 berdialog untuk memberi nilai kinerja (ke)menhan dan keduanya memberi nilai jelek. Capres 03 memberi nilai 5 (dari 10), sementara capres 01 memberi nilai 11 dari 100. Capres 02 yang nota bene adalah menteri pertahanan (menhan) hanya geleng-geleng kepala tanpa bisa membalasnya. Mungkin sebenarnya ingin menjawab begini:
Masih bagus, lah. Nilai 5 dari 10 dan 11 dari 100 itu masih positif. Kalau nilaiku negatif pasti sudah DIPECAT jadi menteri.
Minimnya waktu yang diberikan untuk menjawab atau menanggapi pertanyaan juga menjadi kendala bagi capres 02. Karena ia dituntut menjawab pertanyaan yang memerlukan banyak penjelasan hanya dalam waktu 1 atau 2 menit. Membaca data di hadapan pun butuh waktu lebih dari itu. Dan lagi, politisi mana pun tentu menghindari dari sekadar menjawab "ya" atau "tidak" saja. Capres 03 yang menginginkan jawaban capres 02 di situ dan saat itu juga mengingatkan saya pada scene si Ibu Tiri yang mengharuskan Bawang Putih membeli sayur, lauk, dan berbagai perlengkapan rumah tangga hanya dengan memberinya uang 100 rupiah (cerita di kaset era 80-an).
Debat ketiga sudah usai, tapi sepertinya polemiknya masih panjang. Sebagai penutup, saya cuma ingin menginfokan bahwa dalam berbagai versi cerita, yang akhirnya berhasil masuk ke istana adalah Bawang Putih; bukan Bawang Merah maupun si Ibu Tiri. Bawang Putih berhasil menjadi bagian dari istana karena dibawa oleh pangeran. Nah, tinggal cocoklogi subjektif nih; siapa yang lebih mendekati profil si pangeran: Pangeran Imin, Pangeran Mahfud, atau Pangeran Gibran? Jangan terlalu serius, yak...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H