Teman saya pernah protes. Menurutnya, hukum fisika yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan itu tidak valid. Karena Tuhan jelas bisa menciptakan energi.
Meski sempat kaget, saya jelaskan padanya bahwa konteks hukum fisika adalah energi yang sudah ada, sudah dicipta. Sekali tercipta, energi itu tidak akan hilang; hanya bisa berubah bentuk saja. Selain itu, energi yang muncul dari ketiadaan bukanlah bahasan ilmu fisika, itu masuk ranah metafisika. Untunglah teman saya mau menerima penjelasan saya. Meski ia fans berat Harun Yahya.
Berkaca dari pengalaman itu, saya jadi berkeyakinan bahwa Tuhan memang tidak boleh disebut sembarangan. Meski peran Tuhan memang paling utama di alam semesta, bukan berarti nama-Nya boleh "diikut-ikutkan" semaunya di sembarang level pemikiran. Apalagi di level politik. Bisa runyam, mengkhianati logika akal sehat, dan merusak persatuan bangsa. Seperti yang dilakukan Amien Rais, tokoh politik "didikan" Amerika Serikat (University of Chicago), pendiri Partai Amanat Nasional (PAN).
Amien Rais pernah membuat dikotomi partai politik untuk kepentingan kelompoknya. Ia membagi kategori partai menjadi partai Allah dan partai setan. Yang dianggap partai Allah tentu partainya sendiri (saat itu PAN) dan sekutu-sekutunya. Sementara yang dianggapnya partai setan tentu partai-partai yang berseberangan politik dengannya. Mari garisbawahi dulu: menurut amien Rais, PAN adalah partai Allah.
Dalam bahasan religius (non-politik), dikotomi kubu Tuhan dan kubu setan masihlah logis. Karena (entitas) kubu tidak mensyaratkan kelengkapan administratif apa pun. Lain cerita jika (entitas) kubu itu diterjemahkan sembarangan sebagai partai politik. Logika akal sehat jelas dilanggar. Kalau ada partai Allah, lantas posisi Allah sebagai apa? Ketua majelis tinggi partai? Aneh, kan? Belum lagi kesembronoan menaikkan derajat setan setinggi-tingginya hingga selevel dengan Tuhan. Atau sebaliknya, menurunkan martabat Tuhan serendah-rendahnya ke level yang sama dengan setan. Karena kalau sama-sama partai politik, hak dan kedudukannya juga mestinya dianggap sama. Dari sudut pandang lain, menyejajarkan Sang Pencipta dengan makhluk merupakan perbuatan syirik.
Secara akal sehat, dikotomi angel versus demon lebih logis daripada God versus demon. Kecuali setan dianggap sebagai "Tuhan jahat" seperti dalam ajaran Zarathustra (Zoroaster, bukan ajaran Islam).
Kita lihat buktinya sekarang. Bahwa membawa-bawa nama Tuhan ke sembarang level pemikiran hanya akan menimbulkan kesesatan logika akal sehat.
Saat masih di PAN, Amien Rais menganggap partainya itu partai Allah; partai lain yang berseberangan adalah partai setan. Tapi sekarang Amien Rais sudah keluar dari PAN. Membuat partai baru. Hal inilah yang membuat saya tergelitik memilih judul: Kalau PAN Partai Allah, Mengapa Amien Rais tak Betah?
Jadi, apakah PAN masih partai Allah? Jika iya, lantas makhluk apa yang tak lagi betah menghuni partai Allah? Nenek Gayung? Atau Kakek Cangkul?
Makin absurd. Yang jelas, PAN (yang dulunya diklaim) partai Allah itu, tak lagi nurut sama Amien Rais, sudah membangkang titah Amien Rais. Akankah PAN dikeluarkan dari kategori Partai Allah oleh Amien Rais dan dimasukan kategori partai setan? Sepertinya tidak mungkin. Karena ia juga pendiri PAN. Mana mau ia nanti disebut pendiri partai setan? Lagipula, jika PAN tiba-tiba didepak dari kategori partai Allah gara-gara Amien Rais hengkang dari sana, orang akan menyimpulkan bahwa keberadaan dan keberpihakan Amien Rais-lah penentu sebuah partai merupakan partai Allah atau partai setan. Kesannya itu Amien Rais dicitrakan (atau mencitrakan dirinya?) sebagai "Allah" yang mengejawantah. Ini juga kacau logikanya. (Karena kalau boleh dianalogikan dalam pewayangan, jawata kang mangejawantah itu Semar Badranaya yang santun dan sederhana, bukan Haryo Suman alias Raden Trigantalpati ahli politik yang tampan dan sakti di masa mudanya.)
Yang tak kalah absurd adalah jika Amien Rais mengklaim partai barunya sebagai (golongan) partai Allah. Karena partai barunya perlu izin Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Kebetulan, menterinya malah kader partai yang "digolongkannya" sebagai partai setan. Bukankah ini berarti mendaftarkan partai Allah ke kader partai setan? Apa nggak malu? Nggak, lah. Seperti biasa. Apa nggak dosa? Politikus level dewa takut sama dosa? Nakut-nakutin pihak lain pake dosa sih iya. Malah bawa nerakanya juga. Tapi siapa yang masih ma(mp)u mempercayai omongannya? A(n)dakah?