Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaum 'Oportumis'

13 Agustus 2017   19:55 Diperbarui: 13 Agustus 2017   22:29 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bukan tipo, memang oportumis dan bukan oportunis. Keduanya beda, meski secara pengertian hampir pasti beririsan.

Menurut KBBI, oportunis adalah penganut paham oportunisme. Oportunisme sendiri berarti paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip tertentu.

Oportunis tak malu mengambil keuntungan atas suatu keadaan meski dengan membuang atau mengorbankan prinsip yang pernah dianutnya. Bagaimana dengan oportumis?

Oportumis merupakan kaum kebelet debat di setiap kesempatan, tetapi cenderung inkonsisten dalam berpendapat. Dalam terminologi Jawa sebenarnya cukup diberi label pengabdi paham "waton suloyo" yang berarti apriori, tetapi kemudian arti ini menjadi terlalu luas.

Kaum oportumis memang selalu apriori, tetapi tidak semua yang apriori itu oportumis. Ada penganut paham apriori yang masih mampu menjaga konsistensi logikanya dalam beropini, tetapi tak satupun kaum oportumis yang mau/mampu menjaga konsistensi logika dalam opininya.

Sebenarnya, dari istilahnya saja sudah dapat dipahami. Oportumis berasal dari gabungan dua kata "opor" dan "tumis". Opor ada santannya, tumis itu nirsantan. Kalau oportumis bagaimana? Ada santannya apa tidak? Memang tidak jelas, seperti opini para penganutnya.

Lumrahnya apriori bermodalkan rasa benci yang bersumber dari lubuk hati, kaum oportumis gemar memaki. Uniknya, jenis makian yang dikeluarkan sering tidak konsisten meski objek makiannya tetap sama (ceteris paribus).

Kaum oportumis bisa saja suatu saat memaki "Tampang jelek aja belagu!". Namun, di lain waktu yang tidak berselang lama, pada objek makian yang sama mereka bisa dengan entengnya memaki," Cuihh..mentang-mentang ganteng jadi belagu!" (Bisa disimpulkan nggak apakah objek makiannya itu sebenarnya jelek atau ganteng?")

Yang jelas, kebenaran bukan tujuan utama opini kaum oportumis. Tujuan utamanya cuma satu: memaki sekehendak hati untuk meluapkan rasa benci. Soal makiannya nggak logis, nggak konsisten, bodo amat!

Jadi, yang dulu pernah mengeluarkan makian "presiden boneka" dan sekarang mengeluarkan makian "presiden diktator" pada objek yang sama, yang pernah bersumpah bahwa sampai mati presiden baginya adalah mister "XXX" tetapi selalu sesumbar untuk melengserkan presiden yang sedang menjabat (yang diakui sebenarnya presiden yang mana?); yang bersumpah tidak pernah memberikan mandat pada presiden yang sudah jadi, tetapi justru memelopori gerakan pencabutan mandat dari presiden (gak ngasih mandat, tapi mau ikutan nyabut) ... tak lain dan tak bukan merupakan kaum OPORTUMIS!

Jangan paksa logika akal sehat untuk menganalisis logika mereka. Bisa muntah-muntah kita..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun