"Kalian salah. Meski ular sanca, aku vegetarian. Aku tak makan daging hewan lain!" kata Caca.
"Memangnya ada ular sanca vegetarian? Mana mungkin?"
"Dia pembohong sepertinya!"
"Iya, mana mungkin ular dapat dipercaya?"
Hampir semua penghuni hutan di situ meragukan pengakuan Caca.
Caca diam saja. Kadang menoleh ke kanan-kiri dengan tenangnya. Sesekali lidahnya yang bercabang dua melelet keluar dari mulutnya. Sama sekali tak terlihat khawatir meski dihujani tuduhan oleh para penghuni hutan. Tak juga terlihat galau oleh penghuni hutan yang mempertanyakan mengapa ia tak terlihat sedih akan kematian Nana, padahal ia sendiri mengaku sebagai sahabatnya.
Tiba-tiba batang dan daun kering di tanah di dekat Caca terlihat bergerak, tercium bau busuk, lalu terdengar suara nyaring, "Kalau masalah mungkin, mungkin saja. Siapa yang berani bilang mustahil?"
Yang dikira batang dan daun kering tadi ternyata makhluk hidup. Warnanya berubah menjadi kelabu kelam seperti kulit Caca, lalu terlihat jelas bentuk aslinya, ternyata si bunglon yang tadi ditendang si rase terbang. Pandai sekali menyamarkan diri. Sekarang warnanya sama dengan warna kulit Caca. Dengan kedua kaki belakangnya si bunglon berdiri di depan Caca, berlagak seperti seorang pelindung dan pembela.
Perlahan kerumunan penghuni hutan berkurang. Sebagian memilih segera mengurus penguburan Nana karena merasa percuma menanyai Caca yang sepertinya tak punya nurani lagi. Sebagian yang lain pergi karena tak tahan dengan bau busuk yang disebarkan si Bunglon. Ada lagi sebagian yang apriori dengan si Bunglon. Si Bunglon bau busuk tahi kerbau, kalaupun bicara tetap bau tahi kerbau juga, pastinya bull-shit pula jadinya. Tak ada gunanya didengarkan omongannya.
Namun, ternyata sebagian kecil penghuni hutan justru menyingkir untuk merencanakan sebuah pengadilan. Komunitas elang penyuka daging bunglon akan didatangkan, komunitas musang penyuka daging ular sanca juga diundang. Para hewan paham, bahwa kejujuran kadang terpaksa keluar di saat nyawa benar-benar jadi taruhan. Jangan salah, meski itu hutan di dekat perkampungan, tetapi merupakan bagian dari rimba belantara. Dan rimba juga ada hukumnya. Bisa bijaksana pula. Bunglon agung yang tak jijik bergelimang tahi kerbau, sesekali semaput juga kena hajar kentut sigung.
–