Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Ular Sanca dan Dua Kelinci

22 Agustus 2016   13:51 Diperbarui: 22 Agustus 2016   14:43 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mana aku tahu," jawab Caca.

"Mungkin Nana punya alergi terhadap air kelapa!" seekor bunglon tambun ikut bersuara.

"Ini bukan masalah air kelapanya, On! Ini minuman sudah ada racunnya. Cicipi saja kalau tak percaya. Kamu kan tak punya alergi pada apapun," sahut ayam hutan yang merasa geregetan.

"Aku kan cuma membicarakan kemungkinan. Apa salah?" bunglon tak mau terima.

"Tidak salah, On. Tapi kamu cuma bikin keruh suasana. Minggir sana!" seru seekor rase yang seakan terbang menyeruak kerumunan lalu menendang si Bunglon dengan kaki belakangnya. DHUEZH‼

"Auww… NGEEKHS!"

Bunglon berteriak kaget dan kesakitan. Tubuhnya terlempar jauh ke sesemakan. Warna tubuhnya tiba-tiba menghijau kelam. Bukan karena geram karena toh ia sebenarnya tak punya perasaan, tetapi karena jatuhnya pas di tengah gundukan tahi kerbau hijau army yang sudah basi. Apa? Darimana tahunya kalau basi? Itu warna sudah lebih gelap daripada aslinya, pasti sudah lama keluarnya, sudah dingin juga. Kalau tak percaya cicipi sendiri saja. Jangan tanya si Bunglon. Panjang ceritanya kalau tanya padanya. Kalau ditanya basi apa tidak, dia akan balik tanya,

"Kalau basi kenapa, kalau tidak kenapa?"

Setelah itu ia akan tanya apa untungnya menjawab "basi" dan apa untungnya menjawab "tidak basi". Begitu seterusnya hingga akhirnya terbukti secara meyakinkan kalau jawabannya diperlukan. Maka si Bunglon akan meminta imbalan.

Sebenarnya tak sulit mencarikan imbalan yang disukainya. Bukan, bukan nyamuk atau belalang. Si bunglon hobi menyantap lalat hijau. Asalkan lalat hijau, terutama yang besar, apalagi jumlahnya banyak, si bunglon akan menerima dan segera menyantapnya, bahkan sekalipun lalat itu berasal dari tumpukan sampah paling busuk dan menjijikkan. Karena bunglon lidahnya panjang, tak perlu mencium bau busuk sampahnya untuk bisa memakan lalat hijaunya. Ah, tinggalkan dulu bunglon yang sedang berkubang di dunia hijau kegelapan ini, kita kembali ke kerumunan penghuni hutan. Selain Caca, mereka tak menemukan pihak lain yang bisa dicurigai sengaja membunuh Nana.

"Pasti kamu sudah merencanakan ini kan, Caca?" tuduh kancil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun