Mak Odah menangis meraung-raung. Markijon alias si Jon, anak semata wayangnya yang bujangan tampan dipanggil Tuhan. Bukan sakit, bukan kecelakaan; si Jon mati karena kelaparan.
Berita matinya si Jon menyebar dari mulut ke mulut. Mulut tetangga sebelah masih lempeng beritanya karena info A1 referensinya, Mak Odah. Tapi mulut tetangga desa sebelah sudah nggak karuan mengunyah dan memuntahkan kembali beritanya. Jadilah berita si Jon miring ke mana-mana bak orang mabuk memaksa jalan tegak ala tentara.
"SI JON MATI KARENA PEMERINTAH TAK MAMPU TURUNKAN HARGA DAGING SAPI." Begitulah kira-kira inti berita miringnya. Orang-orang pun ramai membicarakannya, baik dalam obrolan nyata maupun obrolan maya via social media. Lucunya, matinya si Jon cuma dijadikan entry point saja untuk masuk ke tema utama menghujat pemerintah cq para pejabatnya.
Menurut versi tetangga sebelah Mak Odah, daging sapi bagi si Jon merupakan makanan utama dan satu-satunya. Si Jon hanya mau makan daging sapi. Hanya daging sapi. Tanpa nasi.
Tadinya si Jon tak beda dengan anak-anak lain. Si Jon mengalami perubahan pola makan sejak bergabung dengan sebuah partai beraliran putih. Sejak itu si Jon hanya mau makan daging sapi saja. Entah apa hubungan partai beraliran putih itu dengan sapi, mungkin hanya si Jon dan teman-temannya separtainya yang tahu.
Mak Odah sebenarnya keberatan dengan pola makan anaknya itu. Mak Odah seorang janda. Meski tidak miskin, kalau dikatakan kaya, sepertinya enggak juga. Tapi Mak Odah memang selalu berusaha memenuhi kebutuhan makan anaknya itu dengan sebaik-baiknya. Maka daging sapi selalu ada di meja makan Mak Odah sehari-harinya.
Namun, sejak harga daging sapi membumbung tinggi, porsi si Jon terpaksa dikurangi. Yang biasanya dua kilo sehari dikurangi jadi satu seperempat kilo saja. Itu pun Mak Odah terpaksa menggadaikan giwangnya. Si Jon yang merasa mengalami kerugian asupan material abdominal akhirnya menuding pemerintah tak mampu mengendalikan harga bahan pangan.
Mak Odah sering juga menjadi tempat si Jon meluapkan kejengkelan. Tapi Mak Odah hanya diam. Kalau boleh memilih, ia lebih suka jika pola makan si Jon kembali wajar seperti dulu lagi saja. Mak Odah tak peduli mampu tidaknya pemerintah mengendalikan harga daging sapi.
Alih-alih benci pada pemerintah, Mak Odah justru kesal pada segala macam partai-partaian, muak pada segala macam aliran-aliran, terutama yang mewajibkan anggotanya menjadi sapitarian. Apalagi yang mengerahkan anggotanya untuk menyebarkan segala bentuk kebencian dengan memanfaatkan dangkalnya penalaran orang-orang. Hingga akhirnya Mak Odah mengambil keputusan, si Jon harus disadarkan.
"Jon, tolong kali ini kamu ikuti kata Emak," kata Mak Odah serius.
"Tergantung, Mak," jawab si Jon santai.