Kaum hitek sudah hapal modus operandi gerombolan penggonggong itu. Eyelan maupun debat gerombolan penggonggong tak pernah digubris lagi. Jika sudah terlalu mengganggu, kaum hitek akan mengeluarkan senapan gelombang infrasonik berfrekuensi khusus setara getaran seismik pra-gempa. Jika senjata itu sudah digunakan, gerombolan penggonggong akan lari tunggang-langgang tak tentu arah, mengabarkan pada siapapun yang ditemui bahwa akan segera terjadi gempa bumi dahsyat.
Â
Para kafilah pun mahfum dan akhirnya mampu ikut tertawa. Masalahnya, mereka belum punya senapan model gelombang seismik pragempa semacam itu. Kaum hitek pun maklum. Senjata semacam itu tak bisa dioperasikan sembarangan. Hanya bisa ditembakkan oleh insan yang cukup berpengetahuan. Tapi kaum hitek ingin menolong para kafilah dari gangguan gerombolan penggonggong yang memang menjengkelkan itu.
Â
Akhirnya diberikanlah sebuah jalan pintas filosofis. Para kafilah diberi wejangan relativitas ala orang Jawa. Selagi semua perbedaan pendapat tak bisa dipertemukan secara udel orang normal, para kafilah harus mundur sambil mengucap pada diri sendiri "sing waras ngalah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H