Mohon tunggu...
giwang dinar
giwang dinar Mohon Tunggu... Lainnya - halo!

semoga apa yang saya tulis dapat mendeskripsikan siapa saya dan apa yang saya rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Semoga Semuanya Baik-Baik Saja

4 September 2023   15:50 Diperbarui: 4 September 2023   15:53 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini waktu menunjukan pukul 14.57 ketika aku mulai menuliskan satu kata di sebuah benda yang bisa menuliskan apa yang ingin aku tulis, sudah satu jam yang lalu aku sibuk dengan pikiranku sendiri, deadline yang sudah menunggu aku usir pergi dari pikiranku, aku lelah. aku sudah 3 setengah bulan disini, 3 setengah bulan tanpa henti terus mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah aku sukai dan aku harus terus melakukannya hingga kontrak ku habis. 

Lucu jika mengingat aku yang dulu sangat tidak sabar memulai lembaran baru pergi meninggalkan keluarga ku dan hidup bersama teman - teman baru dan berakhir menjadi aku yang sekarang, aku yang tengah duduk dengan banyak pikiran, selalu mengucap 'pengen pulang, pengen pulang' di dalam hati, merengek seperti anak kecil. Aku yang dulu tidak pernah mengira jika yang kudatangi ternyata sebuah nerakan bagiku yang sekarang, neraka penuh tuntutan, dipenuhi manusia yang sama - sama tersiksa sepertiku namun mereka lebih memilih menutup mulut mereka dan mengerjakan semuanya dengan sepenuhnya, seolah - olah mereka dikejar sebuah tanggug jawab yang besar dan harus sekali mereka kerjakan, aku heran, apakah tempat ini memang memiliki sihir yang membuat seorang menjadi mematuhi semua perintah mereka. 

Disini air mataku terus pergi dari penampungannya, ia terus mengalir seperti air bak yang bocor karena terus dilempari bebatuan besar. Setiap hari aku selalu dipacu seperti kuda, mereka tak henti - henti memeras tenagaku, mereka tidak mau rugi sehingga memanfaatkan semua orang disini dengan sepenuhnya. Aku baru mengetahui kenyataan yang mungkin saja terlalu nyaman terselimuti dengan omongan baik, mereka bilang disini adalah tempat yang membangun hubungan seperti keluarga, tidak ada permusuhan, bla, bla,bla, omong kosong. Semua yang berada disini mati - matian bertahan untuk keluar dengan baik - baik, membohongi rasa lelah mereka, mengejar dunia yang tidak akan pernah terkejar. Terus seperti itu dan lama kelamaan mulai membuatku semakin ingin lari dari sini. 

Jauh dari keluarga dan tidak ada pemasukan menjadi siksaan tambahan bagiku, semuanya serba terbatas. Teman - teman baru yang ternyata aku harus mengeluarkan tenaga baru untuk menyesuaikan mereka juga membuat tenaga ku semakin lama terkuras habis. Disini aku mendapatkan celotehan pendek oleh seorang 'penguasa' di tempat ini, ia mengataiku "kamu segini aja udah kayak gitu, gimana nanti" mudah saja baginya mengucapkan kalimat itu tanpa berfikir akan menyakiti orang lain. Perasaan tidak di hargai dan tidak di apresiasi membuatku merengek ingin sekali pulang. Namun rasa takutku untuk memutus semua usaha yang sudah dikeluarkan menjadi penghalang besar bagiku, tenaga, uang, kesehatan, semuanya sudah aku keluarkan, namun ternyata bagi si 'penguasa' memang masih kurang. 

Kebencianku terhadapnya semakin bertumbuh pesat sewaktu aku memikirkan perkataan singkatnya kepadaku, aku benci dia. Aku benci orang itu!. Aku ingin sekali menghilang dan menjauh darinya, selamanya, dan kembali ke tempat asalku, ini bukanlah tempatku, percuma bagiku untuk terus berusaha menyesuaikan apa yang ada disinya karena pada akhirnya, tempat asalkulah yang bisa menerima baik buruknya diriku, mereka yang merasa cukup disaat aku merasa diriku adalah manusia yang paling keroco, mereka yang merangkulku, mereka adalah rumahku.

Masa bodo dengan pengalaman dan koneksi, aku lelah mengejar dunia, berikan aku waktu untuk beristirahat sebentar, aku mohon. Ucapku di setiap penghujung sholatku, berharap Allah akan mengabulkan semua keinginanku. Akankah aku harus terus berabar dan bertahan?, apa aku akhiri saja?, Tapi bagaimana dengan uang dan usaha yang sudah aku keluarkan selama ini?, pertanyaan itu terus mengisi pikirkanku membuat air mata tidak berhenti - henti keluar dari penampungannya, ditambah dengan alunan musik yang terus aku dengar yang membuatku semakin terlarut dengan kesedihan dan penyesalanku terhadap jalan yang aku pilih. 

Aku harap semua ini akan cepat berakhir, si 'penguasa' segera aku lupakan dan aku hidup bahagia di tempat asalku. Aku berharap semuanya menjadi lebih baik setelah ini, semoga masa - masa ini bisa di persingkat menjadi yang sepantasnya bagiku. Aku berharap aku bisa bertahan dengan ditemani seseorang yang baru menemaniku, aku harap dengan adanya dia membantuku bertahan, semoga semuanya baik - baik saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun