Mohon tunggu...
GICEILA DIAS PRADITYA
GICEILA DIAS PRADITYA Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya merupakan salah satu guru seni musik di SMP Negeri Jakarta. Saya memiliki pengalaman dibidang bernyanyi dari skala Lokal hingga Internasional. Mari berbagi..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Etika Pendidikan

26 Oktober 2022   01:42 Diperbarui: 26 Oktober 2022   08:44 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert

Jika kutipan tersebut dikaitkan pada filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, maka fungsi kita sebagai pendidik adalah sebagai penuntun. Kita menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 

Ketika kita menuntun pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani, dan anak-anak seperti benih yang disemai dan ditanam oleh petani. Ketika benih padi mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik, walaupun benih padi memiliki bibit yang kurang baik, maka benih tersebut tetap dapat tumbuh dengan baik.

Mengapa? Karena petani merawatnya dengan sangat baik. Namun, petani tidak dapat merubah padi menjadi jagung. Karena yang ditanam adalah benih padi. Hal tersebut mengibaratkan kita sebagai pendidik dapat menuntun peserta didik menuju kebahagiaannya, namun tidak dapat memaksa untuk merubah kodrat yang ada pada peserta didik. Peserta didik dituntun untuk menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Selain itu, Seorang pendidik harus mengedepankan nilai budi Pekerti. Budi pekerti merupakan perpaduan antara pikiran, perasaan dan kehendak/ kemauan sehingga memberikan tenaga/ semangat.

Sebagai seorang pendidik, penting untuk menebarkan rasa semangat dengan menanamkan budaya positif kepada peserta didik, serta memiliki tata kelola emosi yang baik dalam pembelajaran. Sehingga kita dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang juga memiliki budi pekerti yang baik ketika berproses dalam kehidupan ini.

Dalam sebuah permasalahan, pendidik dituntut untuk mampu menjadikan diri kita sebagai seorang manager yang lebih ke menuntun peserta didik dalam mencapai sebuah solusi dan bertindak sesuai solusi yang sudah dibuat. Menerapkan segitiga restitusi dimana pada tahapannya adalah menanyakan keyakinan, menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah. 

Dalam pengambilan keputusan, pendidikpun penting untuk menganalisa paradigma, prinsip, serta 9 langkah pengujian pengambilan keputusan, sehingga apa yang diputuskan dapat berdampak positif bagi lingkungan terkait

Education is the art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.

~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Pendikan adalah seni dimana kita sebagai pendidik bukan hanya mengedepankan ego benar salah dalam mendidik, namun berperilaku etis sesuai dengan nilai yang diyakini.

Dalam memimpin sebuah pembelajaran, seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan keputusan. Keputusan yang terbaik perlu dipikirkan secara matang agar dapat berdampak positif bagi lingkungan terkait. Dalam mengambil keputusan ini diperlukan beberapa Langkah didalamnya supaya apa yang diyakini baik, dapat dipertanggung jawabkan keputusannya.

Bagaimanakah seorang pendidik dapat membuat keputusan yang bertanggungjawab terhadap nilai nilai kebajikan?

Dalam mengambil keputusan sebuah dilemma etika, ada beberapa hal yang perlu diidentifikasi, diantaranya adalah 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan.

4 Paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

  1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

3 prinsip tersebut adalah:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

9 langkah pengujian pengambilan keputusan :

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
  4. Pengujian benar atau salah,
  5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
  6. Melakukan Prinsip Resolusi
  7. Investigasi Opsi Trilema
  8. Buat Keputusan
  9. Lihat lagi Keputusan

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat untuk peserta didik?

Seringkali membuat keputusan yang tepat dan cepat kita lakukan untuk peserta didik. Pertanyaannya : apakah keputusan tersebut tepat untuk peserta didik atau tepat untuk memuaskan rasa amarah kita kepada peserta didik? Hal ini yang sering menggelitik hati saya sebagai seorang pendidik. 

Memahami konsep “Pendidikan” berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pembelajaran tata Kelola emosi, pengembangkan konsep coaching dan alur tirta, penerapan budaya positif, mengidentifikasi dan menganalisis masalah dan menjabarkannya ke 9 langkah dalam mengambil keputusan sangatlah menyadarkan saya, bahwa peserta didik hanyalah sebuah benih yang perlu kita rawat. Pendidik bertugas untuk menuntun peserta didik mencapai kebahagiannya.

Ketika pendidik mendapati sebuah permasalahan yang disebabkan oleh seorang murid, banyak faktor yang perlu kita pertimbangkan. Banyak hal yang perlu kita gali dan telaah kembali untuk mendapatkan keputusan yang berdampak positif bagi peserta didik kita nantinya. 

Pengelolaan emosi merupakan hal yang sangat penting dalam mengambil sebuah keputusan. Kesejahteraan Hidup (Well-being) merupakan sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, mempunyai tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Jika emosi sudah dikelola dengan baik oleh seorang pendidik, maka proses selanjutnya akan dihadapi dengan lebih tenang dan bijaksana.

Terkadang saya masih sulit sekali dalam mengambil keputusan, terutama ketika menggunakan “rasa” didalamnya. Subjektifitas dalam membuat sebuah keputusan masih kental sekali dalam diri saya. Disini saya sangat merasa terbantu untuk terus belajar dalam memutuskan sebuah kasus dilema etika. 

Mengikuti program guru penggerak, banyak pembelajaran yang saya dapati. Semoga saya sebagai pendidik dapat menuntun peserta didik mencapai kebahagiannya. Karena setiap individu, berhak bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun