Mohon tunggu...
Khalil Gibran
Khalil Gibran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nazarudin Ungkap SBY-Ibas Tak Terlibat e-KTP

19 Februari 2018   18:27 Diperbarui: 19 Februari 2018   18:47 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada sidang lanjutan Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta tadi, publik semakin diyakinkan bahwa Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono tidak terlibat kasus e-KTP.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin memastikan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), tidak terlibat proyek e-KTP. Nazar malah menyebut sebaliknya, bahwa Anas kerap menggunakan nama partai Demokrat untuk kepentingan pribadi.

Faktanya, saat kasus ini bergulir, sebelum jadi Ketum, ketua Fraksi Partai Demokrat adalah Anas bukan Ibas. Kini Anas sudah dipenjara dan dikeluarkan dari partai Demokrat. Selain kasus Hambalang, Wisma Atlet, kasus perguruan tinggi, Anas disebut menerima sekitar Rp300 miliar dari proyek e-KTP.

Di dalam persidangan, Nazar menyebut SBY tidak pernah terlibat e-KTP dan pernyataan Mirwan Amir tidak benar. Ia juga menyebut Ibas itu terkait kasus e-KTP. Nama SBY dan Ibas tidak ada dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto.

"Makanya tuntutan Pak Irman yang komplet itu tidak ada namanya," ujar Nazar.

Nazar juga menyarankan agar Anas bertobat, daripada dia melakukan berbagai sangkalan. Ia juga menyinggung soal Anas yang mau gantung diri di Monas.

Kita bisa melihat bagaimana rekam jejak Nazaruddin dalam mengungkap berbagai kasus korupsi. Perannya sebagai Bendahara Umum partai berkuasa saat itu, menyeretnya dalam berbagai kasus pula.

Jauh sebelum nama Setya Novanto terkuak sebagai 'sutradara' kasus e-KTP, Nazar sudah berulangkali memeringati bahwa Setya Novanto adalah orang yang berbahaya. Nazar mengaku pernah mendapatkan ancaman pembunuhan oleh Setya Novanto. Kini, setidaknya kabut kelam kasus e-KTP sudah semakin sirna. Mulai dari usaha Setnov 'kabur' dari jerat KPK dengan pura-pura sakit, hingga kecelakaan yang direkayasa, semua sudah terkuak.

Lakon-lakon yang bermain dalam 'mini games' Setnov sudah jadi tersangka, mulai dari mantan pengacaranya Fredrich Yunadi, hingga dokter yang mencoba 'bermain-main' dengan hukum pun sudah dijadikan tersangka. Setelah sederetan 'trik sulap' Setnov tersebut, apa publik masih mau dibohongi lagi oleh pengacara Setnov lainnya?

Dengan mundurnya Fredrich, melalui Firman Wijaya Setnov mencoba membuat skema baru, yakni dengan mencari kambing hitam. Sebagai presiden yang bertanggung jawab saat itu, SBY tentu harus menjalankan amanat undang-undang, yakni diadakannya sebuah kartu identitas tunggal, yang menjadi cita-cita bangsa sejak lama.

Firman Wijaya mencoba membentuk opini publik, bahwa karena SBY-lah terjadi kasus korupsi e-KTP. Tuduhan yang sangat tidak berlogika jika menyalahkan pengambil kebijakan, dalam hal ini presiden, setelah kasus korupsi itu bergulir. Tujuannya jelas, untuk mengalihkan isu bahwa masih banyak pihak-pihak yang menerima uang haram e-KTP yang belum terungkap. Jika memang ketua fraksi partai besar terlibat, seharusnya KPK berani memanggil ketua-ketua fraksi partai besar saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun