Cinta pada Pandangan Pertama
Dalam buku 'SBY, Sang Demokrat' (2004) diceritakan bagaimana kisah dua sejoli, SBY dan ANI bertemu.
Diceritakan, suatu hari, ketika SBY duduk di tingkat empat Akabri, ada acara di Balai Taruna. Sebagai Komandan Divisi Korps Taruna, SBY harus melapor kepada Sarwo Edhie Wibowo, sang Gubernur, untuk memberi sambutan peresmian balai tersebut.
Tak dinyana, di situ pulai SBY pertama kali bertemu Ani, yang ketika itu sedang berlibur di Lembah Tidar. Saat itulah, pandangan mata mereka bertemu. Salah satu putri kesayangan Gubernur Akabri itu tinggal di Jakarta dan baru kali itu ke Magelang, menemui orangtuanya.
Setelah pertemuan tersebut, Ani sungguh tertarik kepada pria yang memiliki postur tinggi gagah, apalagi kalau SBY sudah mengenakan pakaian dinas taruna.
Sejak itu, setiap ada pesiar, SBY selalu menyempatkan diri main ke rumah dinas gubernur. Siapa tahu Ani lagi di Magelang. Kian lama hubungan keduanya meningkat ke pacaran. Semakin lama, keduanya makin mengenal satu sama lain.
Ani menemukan kedewasaan yang lebih pada diri SBY. Sebaliknya, SBY mendapatkan perhatian lebih dan kasih sayang dari Ani.
Waktu SBY menceritakan hubungan cintanya kepada sang ayah di Pacitan, pensiunan Danramil itu kaget bukan main. Hati Soekotjo galau. Ia menganggap putra tunggalnya itu telah salah dalam memilih teman. Kok berani-beraninya menggoda putri seorang jenderal.
"Apakah tidak jomplang statusmu dengan anak gubernur yang pangkatnya mayor jenderal?" tanyanya kepada SBY.
SBY perlu berkali-kali untuk meyakinkan orangtuanya bahwa ia tidak pernah minder, tidak pernah kecil hati. Bahkan, ia tidak pernah canggung bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan para anak jenderal, teman-temannya di Akabri.
Lama-kelamaan, Soekotjo menganggap kekhawatirannya itu terlalu berlebihan. Sebab, Sarwo Edhie ternyata tidak melihat itu semua.