Pada hari Jumat pagi tepat di tanggal 12 Juli 2024, Tim KKN UNNES GIAT 9 turut serta dalam acara Tradisi Satu Suro di lingkungan Desa Pagerejo, Wonosobo. Kegiatan ini juga sebagai peringatan momen HUT Wonosobo ke-199. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Desa Pagerejo, perangkat desa, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo, warga sekitar Desa Pagerejo, dan keturunan keluarga Sultan Hamengkubowono II atau dengan nama familiar Raden Mas Sundoro atau Pangeran Sundara yang lahir di lereng Gunung Sindoro yakni Desa Pagerejo, Wonosobo pada 7 Maret 1750. Warga sekitar meyakini bahwa Pangeran Sundoro menancapkan tongkat di Sendang Surodilogo, sehingga muncul mata air yang hingga kini tetap mengalir. Di tengah desa terdapat sungai kecil yang disebut Code, mirip dengan nama sungai di Yogyakarta. Menurut cerita masyarakat, tempat tersebut memiliki keterkaitan dengan pertempuran melawan Belanda. Sendang Suro memiliki arti "keberanian" dan Dilogo bermakna "perang". Sebelum bertempur, prajurit-prajurit melakukan ritual siraman di sendang ini.
Acara dimulai dengan arak-arakan berjalan kaki menuju lereng Gunung Sindoro yakni tempat Tuk Surodilogo berupa mata air Surodilogo guna melakukan tradisi ritual pengambilan air suci. Lebih dari sekedar upacara maupun ritual, pengambilan air suci dari 7 sumber dalam perayaan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo ke-199 merupakan lambang dari usaha pelestarian tradisi dan penghormatan terhadap leluhur serta lingkungan alam Wonosobo. Proses ini tidak hanya merayakan acara tersebut, tetapi juga mengingatkan akan pentingnya menjaga warisan budaya dan nilai-nilai spiritual yang diwariskan oleh para pendahulu. Salah satunya adalah Tuk Surodilogo, yang terletak di lereng Gunung Sindoro tepatnya antara Desa Pagerejo dan Desa Tlogomulyo, Kecamatan Kertek, Wonosobo. Masyarakat Desa Pagerejo meyakini air yang diambil dari Tuk Surodilogo mempunyai makna religius dan budaya yang mendalam serta dipercaya sebagai sumber air yang mengandung kesucian dan kekuatan. Ritual ini juga menjadi simbol pentingnya air dalam kehidupan manusia, terutama karena air dari Tuk Surodilogo dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Pagerejo untuk keperluan sehari-hari.
Pengambilan air di Tuk Surodilogo ini menjadi penanda bahwa puncak perayaan Hari Jadi ke-199 Wonosobo sudah dekat. Air tersebut kemudian akan dicampur dengan air dari mata air lainnya untuk digunakan sebagai simbol penolak bala dalam Upacara Hari Jadi. Tradisi ini menunjukkan kekayaan budaya dan berbagai tradisi yang dimiliki oleh Kabupaten Wonosobo.
Prosesi pengambilan air di Tuk Surodilogo dimulai dengan upacara permohonan dari Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang dipimpin oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Wonosobo, Agus Wibowo dan didampingi oleh sesepuh seperti Kepala Desa Pagerejo Kertek yaitu Akhmad Nurwadi dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya. Setelah dilakukan doa dan ritual, kemudian dilakukan proses pengambilan air yang dilakukan oleh Kepala Disparbud Wonosobo dan Kepala Desa Pagerejo dengan menuangkan air ke dalam wadah besar. Setelah selesai mengambil air dari Tuk Surodilogo, rombongan kembali ke Desa Pagerejo, acara dilanjutkan dengan Nyadran Tenong Sego Golong dan Laku Sikramat di Makam Sikramat yang berada di Dusun Pagerotan Desa Pagerejo.
Bertepatan dengan momen satu suro dan HUT Wonosobo ke-199, setiap 70 hari sekali di hari Jumat Kliwon warga Desa Pagerejo Wonosobo melakukan ritual Nyadran Tenong Sego Golong dan Laku Sikramat dimulai dengan arak-arakan berjalan kaki dari Balai Desa Pagerejo menuju Makam Sikramat (Kyai Sunan Puger) yang berlokasi di Dusun Pagerotan, Desa Pagerejo Wonosobo. Di era peperangan melawan Belanda, Sikramat menjadi sebuah tempat untuk merundingkan strategi salah satunya perencanaan perang besar atau perang gong. Sebagai pembuka acara, dilakukan sambutan dari Kepala Disparbud Wonosobo dan sambutan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X.Â
Kemudian upacara ritual di makam Sikramat diiringi dengan kedatangan warga yang di ruwatan ini minimal 15 kepala keluarga wajib membawa tenong di atas kepala (sunggi). Tenong yang dibawa berisi makanan yakni nasi Golong (Giling papat, limo pancer dan ambeng papat, limo pancer), srundeng udang, krupuk udang juga lauk lainnya seperti telur dan sayur tahu. Kemudian acara dilanjut dengan penampilan Tarian Bambu Runcing dan Kuda Lumping dengan diiringi musik gamelan. Lalu, semua warga disatukan dalam doa sebelum bersama-sama menikmati hidangan tenongan dengan meminta permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar penduduk Dusun Pagerotan dan Desa Pagerejo senantiasa diberkati dengan kesehatan, keberkahan, dan keselataman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H