Pada malam yang menyiksa batinku, mulailah aku menyatakan cinta. Bukan melalui ucapan apalagi dengan koar-koar, melainkan dalam aksara nan menyejukkan.
Hawa dingin menemani kala jari-jemari mulai menekan keyboard laptop lawas milikku satu per satu, seolah mengerti akan rasa yang mulai tertuang. Dirinya yang menjadi inspirasi, sekelebat hadir dalam imaji. Mengulang memori-memori yang pernah tercipta, lalu dengan tidak tahu dirinya mulai menguasaiku dalam rajutan mengenai kehidupan nelangsanya.
Kata-kata nan indah perlahan berubah menjadi susunan kalimat berpola deskriptif, lalu berlanjut pada paragraf yang menyusun cerita. Satu jam kemudian selesailah kegiatanku yang satu itu, belum tamat, tapi setidaknya untuk hari ini sudah cukup bercerita tentangnya.
Beranjak dari dudukku di samping jendela yang sudah kututup menggunakan tirai. Kulangkahkan kaki menuju pintu kayu yang penuh dengan stiker kartun barbie, menggambarkan diriku di masa lalu. Ketika aku kecil dan belum tahu tentang kehidupan yang sesungguhnya, apalagi yang namanya cinta.
Aku tidak tahu banyak tentang dirinya selain, kondisi keluarga, makanan favorit, hobi, alergi, serta siapa saja yang berkawan dengannya. Apalagi mengenai perasaannya terhadap diriku, tentu saja aku adalah orang paling bodoh tentang itu.
"Shafa!" teriak ibu, mulai merusak bayang-bayangku tentangnya. Namun, katanya 'kan tidak boleh melawan, nanti bisa kualat. Jadi, aku memilih untuk mempercepat langkah menuju sumber suara.
"Shafa! Kamu di mana?"
Nyatanya teriakan lantang itu kembali terdengar meskipun kakiku sudah mendekati pintu dapur. Napas panjangku terhela sesaat, berusaha menyamarkan mimik wajah agar terlihat biasa saja.
"Iya, Mah. Ada apa?" tanyaku setelah sampai. Sepertinya niatku bersantai di depan televisi dengan camilan dan minuman dingin harus terhalang untuk saat ini. Sejujurnya aku sudah menduga apa yang akan diperintahkan ibuku itu padaku.
"Hantarkan ini ke rumah Bu Retno, ya!"
Sayang sekali, dugaanku tidak meleset. Lagi-lagi aku harus ke rumah minimalis itu dan kembali bertemu dengan dia. Iya, dia yang kumaksud ialah anak lelaki Bu Retno. Temanku bermain layangan dari dulu serta sumber inspirasi dari cerita yang sedang kugarap.