Masalah-masalah yang terjadi di Ibukota Negara terus menerus mengalir. Banyak hal yang masih perlu banyak perhatian, walaupun kinerja Gubernurnya sekarang, Basuki Tjahaja “Ahok”, termasuk optimal dan excellent. Beliau sudah terpilih sejak Pemilihan Calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012 lalu.
Banyak solusi dan aksi nyata yang telah dilancarkan selama ini, walaupun juga banyak menuang kritik dan saran yang begitu ekstrem. Tetapi sekarang sudah mendekati akhir 2016, dimana pada tahun mendatang akan diadakan Pemilihan Calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017. Berdasarkan apa yang telah terjadi selama ini, pasti sebagai warga negara kita bisa cermat dan berpikir logis dalam memilih calon yang kita anggap layak dan pantas untuk ibukota negara kita ini.
Setelah penyaringan dan berbagai proses, diputuskan bahwa terdapat 3 pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017-2021, mereka adalah Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama-Djarot Syaiful, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Dari ketiga pasangan tersebut, pasti ditemukan banyak kelebihan dan kekurangannya.
Dari pasangan Agus-Sylvi, Agus telah menyatakan bahwa ia akan mempertimbangkan keberadaan lokalisasi karena prostitusi telah dianggapnya sebagai penyakit sosial yang harus ditangani. Selain itu, Agus juga pernah berjanji jika ia terpilih nantinya, ia akan melakukan normalisasi kali Ciliwung yang sudah semakin parah dan menjadi sumber penyakit.
Hal ini ia katakan saat dirinya tengah berkunjung ke Pejanten Timur (24/11/2016). Agus melihat sampah yang menyebabkan banjir sebagai prioritas saat ia terpilih nantinya. Dengan melihat kondisi Jakarta yang penuh dan sesak, masih banyak dari warga yang belum mendapat pekerjaan yang layak. Agus juga pernah berjanji bahwa ia akan berusaha menciptakan lapangan kerja baru dan memberi bantuan langsung kepada warga yang kurang mampu untuk berusaha berkembang dan bekerja sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat.
Jika dirangkum, Agus-Sylvi akan menjadikan Jakarta sebagai kota “pintar dan kreatif” serta ramah lingkungan. Menurut saya, rencana-rencana yang matang ini tentunya tidak lepas dari ambisi mantan Presiden RI kita, yaitu ayah dari Agus, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara ini, berdasarkan Survei Indikator Politik yang telah mengadakan survei selama tanggal 15-22 November 2016, elektabilitas pasangan ini berada di peringkat pertama, dengan 30,4%.
Dalam meraih tingkat elektabilitas ini, tentu kepopuleran juga didapat dari SBY serta karir militer Agus Yudhoyono dalam TNI Angkatan Darat hingga berpangkat Mayor sangat patut untuk diapresiasi. Tentu tidaklah mudah untuk mengundurkan diri dan terjun ke dunia politik, apalagi ia lahir di tengah keluarga dengan latar belakang pengabdian militer. Namun pasangan yang diusung oleh DEMOKRAT, PAN, PPP, dan PKB ini sementara sukses menjadi “dambaan” warga DKI Jakarta.
Dari pasangan Ahok-Djarot, partai pengusungnya adalah PDIP, NASDEM, HANURA, dan GOLKAR. Setelah begitu meluasnya kasus Ahok yang dituding mencemarkan Surat Al Maidah 51 dan begitu besarnya respon masyarakat terhadap hal itu, tentu mempengaruhi warga dalam pemilihan ini. Dari pasangan ini, mereka pernah berkata bahwa mereka akan berusaha agar dana yang akan dipergunakan untuk pengelolaan sampah di DKI Jakarta yang semakin tidak terbatas untuk cair setiap bulan, sebelumnya hanya per tiga bulan. Namun persentase warga DKI Jakarta untuk memilih kembali Ahok menjadi sangat menurun sampai sekitar 10%. Walau sebegitu dropnya, warga tetap mengapresiasi Ahok karena dinilai jujur dan kinerjanya membawa banyak perubahan untuk Jakarta.
Apalagi menurut saya, program TransJakarta sudah berjalan sangat optimal dan bisa untuk ditingkatkan lagi. Namun yang sangat disayangkan, kasus Ahok belum juga reda dan Ahok masih dianggap sebagai terdakwa dan proses hukum masih berlanjut. Masalah yang sebenarnya bisa dibicarakan secara baik-baik dan bijaksana, sudah terlanjur mengundang amarah warga sehingga aksi demo terjadi dimana-mana. Memang, menyangkut Pilkada ini, tentu sebagai warga Jakarta, pasti ingin mempertimbangkan dahulu apalagi sedang dirundung situasi yang kurang mengenakkan ini, yang menyangkut urusan agama, ras, dan etnis.
Namun menurut pendapat saya, jika memang aksi nyata orang tersebut telah memberi banyak keuntungan dan kemajuan, kenapa tidak untuk memilih lagi? Mungkin susah untuk menjawab pertanyaan ini di keadaan yang masih belum kondusif, tapi bisa untuk dipikirkan dan dipertimbangkan. Untuk sekarang ini, berdasarkan survei yang sama (Survei Indikator Politik 15-22 November 2016), elektabilitas pasangan Ahok-Djarot menduduki peringkat kedua, dengan 26,2%.
Dari pasangan Anies-Sandiaga, warga menganggap bahwa diantara calon lain, Anieslah calon yang paling jujur dan ramah (Survei Indikator Politik 15-22 November 2016) walaupun elektabilitas sementara pasangan ini berada di peringkat ketiga dengan 24,5%. Mereka diusung oleh Partai Gerindra dan PKS. Anis berkata bahwa jika ia terpilih nantinya, ia tidak hanya akan fokus pada pembangunan fisik, tetapi dioptimalkan juga kepada pembangunan masyarakatnya.