Mohon tunggu...
Gian Prihastiwi
Gian Prihastiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Semester genap/4

TERUS BELAJAR

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ajaran Tassawuf sejak dini untuk Membentuk Karakter Anak -anak yang Mulia

5 Juli 2020   13:41 Diperbarui: 9 Juli 2020   20:26 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada era globalisasi saat ini, terjadi kecenderungan kuat proses universalisasi yang melanda seluruh aspek kehidupan manusia. Salah satu implikasi penyeragaman terlihat dengan munculnya gaya hidup global seperti makanan, pakaian, musik, dan pergaulan, bahkan anak-anak kecil yang mengenal film-film dari berbagai negara. Kemajuan teknologi masa ini dan yang akan datang terutama dibidang informasi dan komunikasi menghasilkan manfaat yang besar pada dunia. Utamanya interaksi antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya menjadi semakin efektif. Globalisasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Oleh karena itu, sebagian manusia kembali kepada nilai-nilai keagamaan, sebab salah satu fungsi agama adalah memberikan makna bagi kehidupan. Dalam agama Islam terdapat ajaran yang dikenal dengan istilah tasawuf. Menurut penulis Kashf al Zunnun, definisi tasawuf adalah ilmu yang dengannya diketahui cara manusia sempurna meniti jalan kebahagiaan

Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.Sedang dalam Ensklopedi Indonesia dinyatakan bahwa karakter atau watak adalah keseluruhan aspek perasaan dan kemauan menampak keluar sebagai kebiasaan.Di dalam psikologi yang disebut karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar khas, satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi.Di dalam termonologi Islam karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal dari akhlak) akhlak yaitu kondisi batiniah (dalam) dan kondisi lahiriah (luar) manusia.

Menurut al-Qusyairi ungkapan tasawuf merupakan cerminan dari beberapa faktor. Mereka mengekspresikan keadaan diri, getaran spiritual, lintasan hati, bisikan nurani, rasa kerinduan yang tidak bisa ditangkap atau dipenuhi dengan gambaran kata-kata atau istilah karena gerakannya yang memang sangat cepat, atau tidak ada padanan istilah di alam riil sebagai bentuk gambaran konkrit.
Zakaria Al-Anshori, tassawuf ialah sebuah disiplin ilmu untuk membersihkan jiwa, menyucikan hati, membaguskan ahlak, dan memberdayakan potensi lahir dan bathin agar tercapai kebahagiaan yang abadi.
Syekh Ahmad Razuq, berkata: Tassawuf adalah sebuah disiplin ilmu untuk memperbaiki hati, sehingga bisa berfokus hanya kepada Allah swt.
Ibnu Ajibah berkata: Tassawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang cara beribadah dihadapan Tuhan, membersihkan bathi dan sifat-sifat kehinaan dan menghiasinya denngan sifat-sifat kemuliaan. Awalnnya adalah ilmu, pertengahannya adalah Amal dan Akhirannya adalah karunia kemampuan besar (sumber: buku Agustang K dan Sugirma. Judul : Tassawuf anak muda (yang muda yang berhati mulia)


Ada banyak sekali definisi definisi yang dibuat oleh para ulama, yang kesemuanya itu merupakan sebuah usaha untuk mengenalkan tassawuf kepada khalayak banyak. Dari beberapa definisi yang ada itu diperoleh bahwa tassawuf adalah jalan menuju kedekatan kepada Allah subhanahu Wa ta’ala dengan cara melepaskan diri dari segala sesuatu yang rendah dan hina dan juga berpegang teguh kepada sunnah Rasulullah Saw. Tassawuf juga merupakan usaha untuk membangun manusia dalam hal tutur kata perbuatan serta, gerak hati baik dari skala kecil,yaitu pribadi atau dari skala yang lebih besar dengan menjadikan hubungan kepada Allah swt sebagai dasar dari semua itu.

Menurut Maragustam, Pendidikan Karakter adalah mengukir dan mempatrikan nilai-nilai ke dalam diri peserta didik melalui pendidikan, endapan pengalaman, pembiasaan, aturan, rekayasa lingkungan, dan pengorbanan, dipadukan dengan nilai-nilai intrinsic yang sudah ada dalam diri peserta didik sebagai landasan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku secara sadar dan bebas.Dengan demikian, hakikat pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas

Jelasnya, karakter merupakan nilai-nilai unik yang terpateri dalam diri, terimplementasi dalam tingkah laku dan semuanya bermuara pada budi pekerti yang baik dan mulia.Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan, bahwa karakter adalah nilai-nilai karakteristik manusia yang terkait dengan sikapnya terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungannya, yang terimplementasi dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang berdasarkan norma agama, norma hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Berbagai pertanyaan muncul dari kalangan orang tua, yang berhasrat agar jiwa anak-anaknya tumbuh dalam pantulan Cahaya Allah Hasrat yang sungguh wajar dan mulia, karena anak-anak kita adalah diri kita di masa depan, harapan-harapan kesalehan yang disebut dalam Al-Qur'an sebagai generasi yang "Qurrotu A'yun" (menyejukkan matahati). Ketika anak lahir ke dunia, suara adzan dan iqomah sudah dibunyikan di kedua telinganya. Sejak itulah, para Sufi mengajari bicara sang bayi, dengan bunyi-bunyian Ismu Dzat, agar kata yang pertama kali bisa diucapkan oleh sang bayi adalah kata Allah. Sang bayi berkembang menjadi anak dengan segenap pertumbuhan. Dengan segala kepasrahannya kepada Allah, kedua orang tuanya mendidik anak itu, tanpa memaksakan harus menjadi Ulama atau Kiai. Ketika anak lahir ke dunia, suara adzan dan iqomah sudah dibunyikan di kedua telinganya. Sejak itulah, para Sufi mengajari bicara sang bayi, dengan bunyi-bunyian Ismu Dzat, agar kata yang pertama kali bisa diucapkan oleh sang bayi adalah kata Allah.

Sang bayi berkembang menjadi anak dengan segenap pertumbuhan. Dengan segala kepasrahannya kepada Allah, kedua orang tuanya mendidik anak itu, tanpa memaksakan harus menjadi Ulama atau Kiai. Namun, rasa cinta kepada Allah dan RasulNya, adalah atmosfir yang terus diliputkan dalam setiap pertumbuhan usianya. Ia tumbuh ibarat sebuah pohon "Syajarah Toyyibah". Apa pun, mulai dari akar, ranting, batah tubuh pohon itu, daun, bunga dan buahnya senantiasa menjulang ke wilayah Samawat (Langit-langit Kebajikan dunia akhirat).

Semoga Bermanfaat..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun