Foto juga dapat dikombinasikan dengan slideshow yang dilengkapi dengan audio, video berdurasi panjang dan pendek, infografis, dan web dengan konten berita, dokumenter, dan film.
Perkembangan Multimedia dalam Photojournalism
Campbell (2013) mengatakan bahwa multimedia dalam revolusi digital memiliki definisi yang cukup ambigu antara gambar bergerak dan gambar tidak bergerak. Namun sebenarnya, dalam sejarah, ambiguitas tersebut sudah tercipta sejak 1980-an.
Fotografer terkemuka seperti Man Ray, Paul Strand, dan Gordon Parks terlibat dalam berbagai pembuatan film yang berbasis foto. Televisi yang sudah modern pada era tersebut juga memunculkan credit title yang still (tidak bergerak) pada acara pemberitaan.
Hal itu dimaksudkan untuk menggarisbawahi hal penting dalam video atau digunakan ketika video tidak tersedia sehingga harus memunculkan teks saja.
Perkembangan teknologi juga selalu mempengaruhi perkembangan jurnalisme foto. Hadirnya kamera DSLR dengan kemampuan foto dan video, seperti Nikon D90 pada Agustus 2008 dan Canon 5D Mark II mempererat hubungan antar gambar tidak bergerak dan gambar bergerak (Campbell, 2013). Hal inilah yang menuntun multimedia semakin berkembang pesat.
Artinya, perkembangan jurnalisme foto ke video dalam dunia fotografi membuktikan bahwa aspek visual tidak pernah mati. Aspek visual akan selalu berkembang dari masa ke masa.
Kemudian, peneliti juga berbicara mengenai visual storytelling. Visual storytelling dapat memperkuat reportase yang berorientasi pada gambar. Maka, video journalism, dokumenter, film, dan storytelling yang interaktif saling beririsan.
Hal ini justru memperkuat jurnalisme foto karena konten fotonya dapat makin berkembang dan dikombinasikan dengan aspek visual lain seperti video, animasi, dan efek-efek tertentu. Dalam perkembangannya mulai 2012 di era media baru, visual storytelling berkembang ke ranah web yang dapat diakses oleh publik.