relakah tubuhmu dihisap sari lewat daun teh yang tumbuh
Relakah engkau hanya kami nikmati dari jauh
Dempo
Begitu sabarnya engkau menahan diri menyimpan api
sementara kami pernah berdiri memijakkan kaki
menapaki gagahnya puncak engkau berdiri
Dibibir kawahmu kami ber-selfi menyalakan unggun sembari bernyanyi
Dempo
Sabarnya engkau ratusan tahun menyaksikan tanahmu dikebiri Bule-bule luar negeri
Sadarkah engkau tububuhmu telah dimonopoli oleh belanda yang menjajah tanah kami
Dempo
Lidahku bahkan tak akrab dengan yang tumbuh rapi sampai kini
Menghampar hijau
pada lereng lerengmu
Pada suhu dinginmu
diatas tanah yang setiap pagi berselimut kabut
Diatas tanah yang setiap senja dilintasi mesin-mesin
Diatas tanah yang setiap hari dijatuhi keringat buruh para petani
Diatas tanah yang setiap hari berdiri gagah para pendaki
namun kini
Rasa terbaik pucuk teh-mu tak rata melintasi lidah-lidah para dahaga, jelata dikaki-kaki bangsa sendiri
11 09 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H