Mohon tunggu...
G. Imam Santosa
G. Imam Santosa Mohon Tunggu... -

Orang Indonesia biasa ...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nitip Tulisan ...

23 Februari 2011   14:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:20 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak kupedulikan angin dingin yang menerpa wajahku, biarlah tidak jadi mengapa. Kabut yang menghalangi perjalananku saat ini hanya penganggu kecil yang tidak berarti. Ya, aku sedang bahagia. Bahagia. Senang. Gembira. Inilah yang kurasakan saat ini. Berkendara bersama kekasih yang disayangi memang sungguh menggembirakan. Angin, panas, hujan, kabut, bahkan perang sekalipun tidak menjadi hambatan bagi insan yang sedang dilanda asmara.

Mungkin aneh bagi mereka yang mengetahuinya, mengetahui jalinan kasih yang sangat aneh ini. Betapa tidak, bagi mereka ini adalah suatu hubungan yang sangat aneh. Ya, tentu saja. Tapi bagiku, biarlah, biarlah mereka berkata demikian. Hubungan aneh, hubungan yang janggal bagi orang-orang yang merasa normal. Tapi tidak bagiku. Ini adalah hubungan yang biasa-biasa saja. Tapi itu hanya pada awal-awal saja. Ketika aku menjalin hubungan dengan dia. Semua terasa biasa saja. Tidak ada yang aneh atau janggal.

Bagiku, hubungan ini membahagiakanku, biarpun tidak sangat. Namun aku bahagia, mendapatkan teman berbagi cerita dan kisah hidup. Dan tidak menutup kemungkinan juga berbagi akan hal lain. Semua ini berjalan dengan apa adanya. Tidak ada hal yang menjadikannya sebagai sebuah hubungan yang menguntungkan salah satu pihak. Semua diuntungkan.

Namun semua itu berangsur memudar, entah karena apa, yang pasti sekarang aku merasa biasa saja menghadapinya. Bahkan, muncul rasa penyesalan atas apa yang semua pernah aku lakukan bersama dirinya. Dia memang berpengalaman dalam urusan “dunia kenikmatan” sungguh, sangat berpengalaman. Sangat mengetahui seluk beluk hal itu. Semua karena apa yang dia jalani untuk bertahan hidup. Ya, dia seorang PSK. Benar-benar seorang PSK. Mungkin sudah hampir puluhan hotel kelas rendahan telah kami, aku dan dia, masuki. Benar-benar dia telah memberiku sebuah kenikmatan duniawi dan ragawi ketika kami berdua bergumul bersama. Dan sekali lagi, karena hal ini, semuanya menjadi memudar.

Memudar rasa nafsu untuk kembali melakukannya, bukan karena aku menyesal telah menjalin kisah asmara dengan seorang PSK. Melainkan karena kisah hidupnya. Bagiku, sungguh sangat mengenaskan, very-very pity. Dia masih muda, masih mempunyai waktu yang panjang untuk menyelesaikan hidup. Namun, karena berbagai hal, dia terpaksa membelokkan jalan hidupnya menjadi seorang PSK. Bukan karena tekanan ekonomi, karena dia juga pernah bercerita, jika dia pernah bekerja menjadi seorang buruh pabrik, dengan upah yang tentu saja rendah. Dia menjalani ini semua karena feodalisme.

Dua kali pernikahan telah dia lalui, dua kali kegagalan pula dia dapatkan. Menurutnya, itulah yang menyebabkan dirinya membelokkan jalan menuju apa yang dia lakukan sekarang ini. PSK janda dua kali. Mendengar semua itu, hanya penyesalan yang aku dapatkan, bukan karena dia PSK, bukan karena dia dua kali menjanda. Melainkan mengapa aku melakukan semua ini, menjalin hubungan ini hanya karena dorongan nafsu belaka? Bukankah aku juga telah mensia-siakan hidupnya? Bukankah aku juga telah merendahkan martabatnya? Inilah penyesalan yang aku dapatkan. Seharusnya, dulu, minimal kemarin, aku bisa mendorong dia untuk menjauhi ini semua, paling tidak, aku bisa menjauhkan diriku dari hawa nafsu duniawi semata.

But the show must go on, untuk saat ini, aku jalani saja apa yang telah aku jalani sebelumnya. Sorry, I’ve wasted your life.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun