Mohon tunggu...
Ghz Buset
Ghz Buset Mohon Tunggu... -

Ghz Bukan Sekedar Coretan !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resensi "Negeri 5 Menara"

4 November 2011   13:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:03 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Judul buku                : Negeri  5 Menara Pengarang                  : Ahmad Fuadi Penerbit                    : PT Gramedia Pusat Utama Kota tempat terbit     : Jakarta Tahun terbit               : 2009 Tebal                          : xiii +  423 halaman “Negeri 5 Menara novel fiksi yang terinspirasi dari kisah nyata pengarangnya sediri”. Alif Fikri seorang anak desa yang pintar barasal dari Minanjau, Bukit tinggi. Ia mempunyai cita-cita bersekolah di ITB, universitas yang dihuni oleh orang-orang hebat seperti BJ Habibie. Ia mempunya sahabat yang bernama Randai . Randai memunyai cita-cita yang sama dengan Alif yaitu sekolah di ITB. Mereka bersekolah di sekolah madrasah atau sekolah agama Islam. Setelah lulus dari madrasah mereka ingin masuk SMA agar dapat mewujudkan cita-citanya sekolah di ITB. Tapi keinginan Alif untuk masuk SMA terhapuskan oleh keinginan Amak yang menginginkan Alif masuk ke sekolah agama islam. “Beberapa orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah agama karena tidak cukup uang untuk masuk ke SMP atau SMA. Lebih banyak lagi yang memasukkan anaknya ke sekolah agama karena nilainya tidak cukup. Bagaimana kualitas para buya, ustad, dan dai tamatan madrasah kita nanti? Bagaimana nasib Islam nanti? Waang punya potensi yang tinggi. Amak berharap Waang menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya,” kata Amak yang membuat keinginan Alif masuk SMA pupus. Dengan berat hati Alif menuruti keinginan Anak untuk sekolah di sekolah Agam. Yang mengejutkan Alif Ingin sekolahdi Pondok Madani Ponorogo Jawa timur. Jarak dari Minanjau ke Ponorogo sangat jauh, di tempuh dengan jalur darat memakan waktu sekitar tiga hari. Sesampainya di Pondok Madani hati Alif sangat gelisah bercampur sedih menjadi tidak karuan. Alif berpikirann sekolah di pondok hanya akan belajar tentang agama saja. Tetapi pikiran Alif salah, saat pertamakali masuk kelas Ustad Salman meneriakkan mantra “man jadda wajada”(barang siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses) berulang-ulang sampai semagat Alifterbakar. Di Pondok Madani semua siswa dapat menyalurkat minat dan bakatnya masing-masing. Di Pondok Madani Alif mempunyai sahabat-sahabat yang setia, baik, dan menggemaskan. Sahabatnya adalah Raja, Said, Baso, Dulmajid, dan Atang. Mereka dipersatukanoleh hukuman jewer berantai. Karena sering berkumpul di bawah menara masjid mereka di juluki Sohibul Menara Oleh teman-temannya. Para Sohibul Menara mempunyai cita-cita yang tinggi. Alif bercita-cita ingin pergi ke Amerika. Di Pondok Madani mereka dididik untuk tertib, disiplin, berwawasan luas, dan bercita-cita yang setinggi-tingginya. Seiring berjalannya waktu Alif semakin optimis untuk menggapai cita-citanya berkat mantra yang ia dapat dari Pondok Madani “man jadda wajada” . Pada akhirnya mereka bartemu di London dan bernostalgia mengenang masa perjuangan di Pondok Madani. Sekolah di Pondok Madani bagi Alif ternyata memberikan warna tersendiri bagi dirinya. Ia yang tadinya beranggapan bahwa Pondok Madani adalah konservatif, kuno, ”kampungan” ternyata adalah salah besar. Di Pondok Madani ternyata benar-benar menjujung disiplin yang tinggi, sehingga mencetak para murid yang bertanggung jawab dan komitmen. Di pesantren mental para murid itu ”dibakar” oleh para ustadz agar tidak gampang menyerah. Setiap hari, sebelum masuk kelas, selalu didengungkan kata-kata mantera “man jadda wajada” jika bersungguh-sungguh akan berhasil. ”Siapa sangka jika Alif yang anak desa kini sudah berhasil meraih impiannya untuk bersekolah dan bekerja di Amerika Serikat? Untuk itu, jangan berhenti untuk bermimpi,” ujar Ahmad Fuadi sang penulis novel Negeri 5 Menara. Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat menarik. Di dalam novel ini terdapat bahasa daerah Maninjau, Medan, Sunda, dan Arab. Tidak tertinggal catatan kaki di bagian bawah yang menjelaskan arti dari kata tersebut. Kelebihan novel ini pembaca tidak akan bosan membaca karena ceritanya yang asik, menarik, dan penuh dengan tanda tanya. Novel ini sangat cocok dibaca dan dipahami oleh anak muda zaman sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun