AKU DAN KOLONG JEMBATANKU
Aku kecil si pengembara kerdil
Dekil dan kumal ragaku yang mungil
Tampak hanya tulang setiap sudut mata orang memandang
Jangankan sehelai kain untuk menutupi tubuhku
Sesuap nasi pun terkadang tak ku kunyah dalam mulutku
Lain jalan lain tujuan meski kadang saling bersimpangan
Beginilah jalan yang ku tempuh bukan karena aku yang mau
Mereka melintas diatap tempat tinggalku, tempatku berteduh
Teduhku dikolong jembatan ibu kota negeriku
Negeri ini sangat murah berbagi antar sesama
Mereka membeli makanan, aku ikut mengambil dan memakannya
Mereka membeli minuman, aku juga ikut mengambil dan meminumnya
Tapi mereka tak tahu aku mengambilnya ditempat mereka membuang sisanya
Begitulah cara kami saling berbagi
SAMA – SAMA BERBEDA
Aku berjalan dengan kaki telanjang
Mereka berjalan dengan otak telanjang
Aku bermimpi membeli sesuap nasi
Mereka bermimpi membeli negeri, sungguh ngeri
Mata ku jarang terpejam karena terus mencari rizki
Mata mereka terpejam pun terus mendapat gaji
Tuhan yang sedang menguji ku ataukah menguji mereka
Entahlah, mungkin ini sebuah wujud kebersamaan aku dan mereka
Sama – sama caranya meski berbeda rasanya
TANGIS ADIKKU
Tersedu ditengah malam yang gulita
Hanya lampu ibu kota menyusup disela pohon
Tertahan lapar melilit dalam perutnya
Tangis adikku
Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya mengapa
Bukan lapar melilit yang ditangisinya
Tapi mereka yang berkuasa yang tak pernah iba
Ironi ketika kekuasaan menguasai hati
Laksana api (penguasa) membakar arang (kami)
Tak kuasa meredam bara bakarnya
Hanya berharap hujan turunlah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H