Mohon tunggu...
Moh. Ali Ghufron
Moh. Ali Ghufron Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cahaya yang Belum Sempurna

24 Maret 2020   01:22 Diperbarui: 24 Maret 2020   01:13 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Matahari masih malu-malu untuk menyebarkan keangkuhannya di penghujung dunia, hanya sebagian cahayanya yang sudah mulai menyinari dunia. Sisa-sisa embun pagi masih melekat di sebagian rerumputan. 

Angin pagi juga masih sedikit berhembus di mana-mana, menghantam masuk ke tulang-tulang tubuh, menyebabkan kedingininan yang membuat sebagian santri memilih tidur kembali dengan sebuah sarung yang membungkus tubuhnya.

Seperti biasa, setiap selesai ajian kitab subuh, aku dan Ali berjalan santai. Menikmati segarnya udara dipagi hari. Ali adalah teman dekatku, kami sering berbagi tentang hal-hal yang dirasakan, sarung kuning sedikit tua tidak pernah lepas dari lehernya, kemana-mana sarung itu selalu terkalung dilehernya. Dia itu temanku yang sangat humoris, selalu saja ada hal-hal lucu yang dia lakukan. Biasanya kami hanya berdua, tapi pagi ini ada Roni dan Zaman yang menemani kami. Kami berempat terus melangkahkan kaki menjauh dari area pesantren. Udara dingin masih sedikit menyengat di kulitku.

"Ron, tadi malam aku bermimpi dengan si dia, kamu tahu siapa kan?" Ucap Ali yang memecah ke heningan di antara kita berempat.

"Terus kenapa emangnya...?" Jawab Roni simple, dengan mengangkat kedua tangannya.

"Itukan Roni nggak terima, dia sekarang udah mau move on Li." Kata Zaman sedikit menimpali perkataan Ali. Mereka terus bicara panjang lebar, kadang di barengi dengan tawa yang di ciptakan gara-gara lelucon Ali.

"Ra...  kamu kenapa? Kok gak seperti biasanya." Mungkin Ali merasakan perbedaan ku saat ini. Begitulah Ali memanggilku, Lora. Dia jarang sekali memanggil dengan namaku sendiri, yaitu Misbah. Tapi, teman-teman yang lain sering memanggilku Misbah. Aku lebih suka dipanggil Misbah.

"Ra...kok diem sih, emangnya kenapa?" Aku masih saja tidak menggubris pertanyaan Ali. Karena aku sendiri tidak tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku hanya merasa perasaanku sedikit tidak enak, entah kenapa? Tiba-tiba perasaan tidak enak ini menghampiriku begitu saja. Padahal tidak ada sesuatu yang sedang terjadi denganku.

Akhirnya setlah lama kami berjalan, kami memutuskan untuk kembali ke pondok. Sebelum kami sampai di pondok, kami terlebih dahulu menyempatkan, untuk singgah di tempat aku dan Ali sering nongkrong. Biasa mengintip santri putri yang sedang membuang sampah.

Tak lama kemudian sebuah sepeda motor Mio, warna merah hitam berhenti di depan kami. Ternyata dia adalah kakak sepupuku, Kak Miftah.

"Mis, pulang yuk!" Mendengar ajakan Kak Miftah, perasanku langsung tidak enak. Pada waktu itu aku hanya teringat oleh keadaan Abi. Karena Abi sudah seminggu yang lalu  sakit. Tanpa menunggu lama aku langsung berangkat ke pondok untuk berpamitan pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun