Selama "demokrasi terpimpin" Soekarno (1957-1965), terutama ideologi dan "supremasi politik atas ekonomi" yang menghambat reformasi hukum substantif, termasuk reformasi hukum perusahaan. Demokrasi parlementer berakhir ketika darurat militer diberlakukan yang dideklarasikan pada 1957, dan dibongkar seluruhnya pada tahun 1959 ketika sukarno secara sepihak mengembalikan UUD 1945 yang jauh kurang demokratis. Pada masa rezim demokrasi terpimpin sukarno, kekuasaan dan kekuatan semakin terkonsentrasi di Jakarta.Â
Presiden sukarno adalah sumber otoritas simbolis yang didukung oleh tantara. Politik pihak terpinggirkan dan LSM kehilangan akses mereka ke pemerintah. Sistem hukum mulai runtuh dan hakim menjadi terbuka untuk suap. Pemimpin demokrasi terpimpin cenderung mengartikulasikan ideologi daripada hukum positif, dan undang-undang yang disahkan sering mengandung retorika revolusioner daripada memiliki tujuan pengaturan yang ketat.pada konferensi meja bundar di Den Haag tahun 1949, Indonesia telah setuju untuk mengizinkan perusahaan Belanda untuk terus beroperasi di Indonesia merdeka.Â
Hasilnya Program nasionalisasi membawa malapetaka, mengakibatkan inflasi yang memburuk dan depresiasi mata uang. Seiring dengan penolakan Sukarno untuk mengindahkan nasihat ahli dan "mengabaikan sama sekali kebijakan ekonomi yang sehat," program nasionalisasi akhirnya menyebabkan ekonomi krisis pertengahan 1960-an.Â
Menggunakan yayasan perusahaan Belanda yang baru diakuisisi, Pemerintah Sukarno mempromosikan perusahaan negara dan aktif mematahkan semangat sektor swasta. Rezim tersebut bertujuan untuk menciptakan "ekonomi sektor publik kesatuan" sosialis dengan ciri-ciri Indonesia, dan untuk membatasi peran pengusaha Cina.150Â
Undang-undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tahun 1960 berusaha menyatukan berbagai kategori BUMN. BUMN tidak harus didedikasikan untuk mencari keuntungan tetapi lebih pada ideologi yang berlaku tentang masyarakat yang adil dan makmur.Â
Ada juga, sebagian besar tidak berhasil, promosi koperasi. Awal 1960-an melihat pertumbuhan keanggotaan dan kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang, di antara tujuan lainnya, mendorong pekerja dan petani koperasi ini memastikan dominasi perusahaan belanda yang berkelanjutan dalam perekonomian pada tahun 1950-an. Dominasi perusahaan mereka berakhir secara tiba-tiba ketika konflik sengit atas kedaulatan di sisa wilayah belanda di irian barat yang mana mendorong soekarno untuk menasionalisasi seluruh perusahaan belanda di 1957.Â
Serikat pekerja dibujuk untuk mengambil alih seluruh perusahaan belanda. Tetapi, kekuatan serikat dengan cepat digantikan oleh pengawasan militer. UU nasionalisasi desember 1958 meresmikan pengambilalihan tersebut. Sebagian besar warga negara belanda cepat diusir dari Indonesia hasilnya program nasionalisasi membawa malapetaka yang mengakibatkan inflasi yang memburuk dan depresiasi mata uang.Â
Seiring dengan penolakan soekarno untuk mengindahkan nasihat ahli dan 'mengabaikan sam sekali kebijakan ekonomi yang sehat" program nasionalisasi akhirnya menyebabkan ekonomi krisis pertengahan 1960-an. Menggunakan Yayasan perusahaan belanda yang baru diakuisisi, pemerintah soekarno mempromosikan peusahaan negara dan aktif mematahkan semangat sektor swasta.Â
Resim tersebut bertujuan untuk menciptakan "ekonomi sektor publik kesatuan" sosisalis dengan ciri ciri Indonesia, dan untuk membatasi peran dari pengusaha china. UU BUMN tahun 1960 berusaha menyatukan berbagai kategori BUMN. BUMN tidak harus didedikasikan untuk mencari keuntungan saja  tetapi lebih pada ideologi yang berlaku tentang masyarakat yang adil dan makmur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H