Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Maret 2015 - Bagian Dua)

10 Januari 2022   11:44 Diperbarui: 10 Januari 2022   11:54 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujanlah Hujan

hujan tidak 'kan mampu

menghapuskan sebuah kerinduan.

padahal baru saja

'ku rasakan perjumpaan,

sekilas hanya,

dan berakhir dengan perpisahan.

aku harus menembus hujan,

kedinginan.

aku harus merelakan

sebuah kehangatan hilang,

untuk dirindukan,

untuk ditinggikan,

menjadi rasa kasih sayang.

hujanlah hujan!

biar tubuhku menggigil kedinginan,

tapi rinduku tetap dalam kehangatan,

kasih sayangku semakin dalam,

walaupun kata tidak mengucapkan,

hati sajalah yang merasakan.

(Trenggalek, 7 Maret 2015)

 

Menanti Tanggal 8 Menjadi

menanti tanggal 8 menjadi,

hari 'kan berganti,

usianya akan menjadi dini,

yang tua akan mati,

dilalui.

waktu terus berganti.

ia tidak mau kembali.

ia tidak akan menyesali.

walaupun semuanya mengutuki.

lihatlah dirimu sendiri!

(Trenggalek, 7 Maret 2015)

 

Selamat Pagi, Waktu Berganti

selamat pagi.

tapi matahari masih jauh nanti.

gelap masih menyelimuti.

manusia tidur tidak menyadari

hari telah berganti.

terus-menerus berganti.

manusia tidak akan mampu menyudahi.

manusia tidak tahu kapan mulai.

waktu tiba-tiba saja telah berdetak

tak ingin berhenti.

waktu hanya sendiri.

semuanya hanya akan mati.

selamat pagi,

terima kasih waktu,

kau yang telah 'ku arungi.

hidupku akan berlalu,

dan aku bersiap menuju mati.

(Trenggalek, 8 Maret 2015)

 

Semua Ada Dalam Mimpi

bermimpi lagi,

semuanya berkumpul di sini,

di rumah yang masih angkuh berdiri,

tapi mati. tubuhku menempati

tapi jiwaku telah mengembara

jauh dari bumi.

ibu-bapak,

dan ketiga saudara kandungku,

semuanya ada,

semuanya menemani,

semuanya bersuka,

semuanya berbahagia

seperti di dalam surga,

sungguh tiada nestapa.

tiada lagi kesepian yang berjaga,

tiada kesunyian bercanda,

tiada derita dalam jiwa.

namun itu mimpi.

tapi tetap saja aku ingin,

kebahagiaan itu yang abadi,

kenikmatannya hakiki,

juga untuk mereka semua

yang 'ku cintai.

(Trenggalek, 9 Maret 2015)

 

Setengah Edan Sendirian

membosankan lagi menyedihkan

bila kebiasaan dijadikan alasan

untuk melegalkan kesalahan,

menjauhkan kebenaran.

sialan!

tapi, aku hanya diam,

aku sekedar memandang,

aku cuma memikirkan

hingga kepala pusing tak karuan

sampai aku setengah edan,

edan sendirian.

kenapa kalian juga diam.

apakah kalian juga memikirkan.

ataukah kalian suka membiarkan

kebenaran diragukan.

takutkah kalian dengan keterasingan,

dibuang bersama caci dan makian,

dipandang dengan jijik

seperti tahi kewan.

dibungkam

dengan mengatasnamakan kemanusiaan.

dipaksa diam atas nama Tuhan.

bajing**!

aku tak sanggup menyuarakan

perbuatanku masih ketiadaan.

nyatanya, aku takut dihinakan,

direndahkan seperti babi dalam

lumpur berkubang.

aku hanya sanggup untuk diriku.

aku tak sanggup menyentuh selainku.

aku sanggup berbeda dalam diamku

walau harus terkubur dalam sepiku.

(Trenggalek, 10 Maret 2015)

 

Dini Hari Gelap Membayang

 

pukul 03.38 listrik padam

dan gelap pun menggerayangi

pemandangan.

hujan di luar menyajikan

aura kesepian, menakutkan,

karena yang terlihat hanyalah hitam.

gemericik terdengar mengerikan.

tapi, guruh bergemuruh mengingatkan;

pagi akan datang menjelang.

baiknya dijagalah kesadaran

karena waktunya akan segera datang,

bersembahyang, bersujud menghadap tuhan,

melepaskan ketakutan pada kefanaan,

pada dunia yang tak berkekalan.

jiwa yang suci berkelindan,

keemasan,

bersiap menyambut kemenangan.

jam 03.48

selesai ditulis dalam kantuk yang tertahan.

seharian tidak tidur memaksakan.

mata tiada terpejam menurutkan

kata-kata sebuah kisah yang terceritakan

dalam rangkaian yang terbukukan.

(Trenggalek, 11 Maret 2015)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun