Beberapa hari ini dunia pendidikan kembali dihebohkan dengan berita dari Temanggung Jawa Tengah, bahwa ada siswa SMP yang masih berusia 14 tahun namun sudah berani membakar sekolah. Uniknya, ketika Kepala Sekolah dimintai keterangan beliau menjawab "Anak ini hanya suka caper, tidak nakal". Sungguh, amazing jawabnya.
Kebiasaan menyebutkan siswa sebagai sumber kesalahan tunggal adalah bentuk kesalahan yang sudah mengakar. Siswa dianggap sebagai benda, tanpa eksistensi dan selalu dipaksa mengangguk dengan apa yang dilabelkan guru padanya.Â
Tentu model begitu harus ditinggalkan karena adanya siswa yang demikian nekat pasti dipicu oleh sesuatu yang luar biasa juga atau adanya kebutuhan dasar yang sangat tidak terpenuhi.Â
Tentu bukan sekedar caper, hal ini membuktikan bahwa sekolah (guru) telah gagal mendeteksi akar masalah, bahkan sekaliber kepala sekolah luput dalam memahami kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi sehingga menjadi penyebab aksi pembakaran itu.
Ada 5 kebutuhan dasar manusia menurut William Glasser yaitu kebutuhan hidup (survival), kasih sayang & diterima, penguasaan, kebebasan dan kesenangan. Tentu dalam kasus itu mungkin ada hal yang amat sangat tidak terpenuhi sehingga menghasilkan perilaku yang nekat itu.
Ketika saya coba searching untuk mencari jawaban, ternyata anak tersebut mengaku kepada pihak kepolisian bahwa dia sering dibully oleh teman bahkan oleh oknum guru.Â
Kasus ini seolah menguatkan data bahwa 2 dari 3 remaja usia 13-17 tahun baik laki-laki maupun perempuan di Indonesia mengalami kasus bullying (data KPAI 2018).Â
KPAI pada tahun 2022 pernah melaporkan bahwa kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus, termasuk 18 kasus bullying di dunia maya.Â
Kita bisa bayangkan masih banyaknya kasus bullying di sekolah. Asumsi saya, apa yang tercatat oleh KPAI itu hanyalah puncak dari gunung es padahal sejatinya dibawah itu lebih besar lagi jumlahnya.
Dengan melihat fakta dan data yang ada, masihkah sekolah menganggap sepele bullying? Tanpa ada usaha untuk bersungguh-sungguh memberikan kesadaran bagi peserta didik & guru untuk memahami bahayanya bullying?
Melihat maraknya aktivitas bullying di sekolah dan bahkan banyak kasus yang melibatkan oknum guru, bukankah seharusnya ada penyegaran pandangan kepada guru? Sulit membayangkan sekolah tanpa bullying jika guru tidak mau tahu dan tidak mau terlibat dalam usaha memangkas kasus bullying di sekolah.